Media Berkemajuan

21 Januari 2025, 17:04
Search

Sejarah Panjang Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia. Bagian I: Berangkat Dengan Kapal Laut, 3 Bulan Baru Kembali!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Kapal jemaah haji Indonesia
Jemaah haji Indonesia melakukan perjalanan dari pelabuhan Tanjung Priok ke pelabuhan Jeddah menggunakan kapal laut selama 3 bulan [Foto: cheriatravel]

Banjarmasin, mu4.co.id – Perjalanan ibadah haji ke tanah suci merupakan rangkaian ibadah yang membutuhkan tak sedikit tenaga dan materi. Ia merupakan bentuk manifestasi dari perjalanan spiritual, penyerahan diri (tawakal) dan keihlasan yang tinggi.

Terlebih lagi sekarang ini tak kurang dari 2 juta jemaah haji dari seluruh dunia berkumpul di tanah suci saat pelaksanaan musim haji. Dan Indonesia merupakan negara terbanyak yang memberangkatkan jemaah hajinya yakni tercatat sebanyak 241 ribu orang jemaah haji Indonesia pada tahun 2024.

Sedangkan tahun 2025 ini, kuota haji Indonesia sebanyak 221.000, terdiri dari 201.063 jemaah reguler, 1.572 petugas daerah, 685 dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) dan 17.680 jemaah haji khusus.

Baca juga: 2 Juta Jemaah Dari Seluruh Dunia Tunaikan Ibadah Haji 2023. Berapa Jumlah Jemaah Haji Indonesia?

Kabar terbaru Kementerian Agama (Kemenag) dan Komisi VIII DPR RI telah menyepakati Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1446 H/2025 sebesar Rp89.410.258,79 (kurs 1 SAR Rp4.266,67). Biaya ini turun dibanding rerata BPIH 2024 yang mencapai Rp93.410.286,00. Sehingga Bipih yang dibayar jemaah, rerata sebesar Rp55.431.750,78 atau 62% dari total BPIH 2025. Sisanya yang sebesar 38% atau rerata sebesar Rp33.978.508,01 dialokasikan dari nilai manfaat.

Sejarah Panjang Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia

Bila bercermin dari sejarah panjang penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Orang-orang Indonesia sudah bepergian ke tanah suci di masa penjajahan Belanda, bahkan saat Gubernur Jenderal Daendels berkuasa di Indonesia, pemerintah kolonial Hindia Belanda menerbitkan ordonansi (regulasi) mengenai perjalanan haji. Dalam ordonansi haji 1859 Pemerintah Hindia Belanda menetapkan persyaratan berangkat haji harus mempunyai cukup uang untuk membiayai perjalanan ke Makkah.

Perlu diketahui waktu itu perjalanan haji dengan kapal laut dari Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menuju Pelabuhan Jeddah memakan waktu selama 16 hari atau 32 hari pulang-pergi, kemudian ditambah 48 hari di Makkah dan 8 hari di Madinah sehingga totalnya 3 bulan.

Perjalanan yang memakan waktu lama tersebut membutuhkan kekuatan fisik dan stamina yang prima, sehingga tak sedikit jemaah yang kelelahan, jatuh sakit lantas menghembuskan nafas terakhir. Bila ada jemaah haji yang meninggal saat dalam perjalanan, maka bila memungkinkan jenazahnya akan terus dibawa ikut berlayar ke Indonesia. Tetapi jika tidak, maka dengan berat hati jenazahnya harus dilarung di dasar laut.

Pada mulanya keberangkatan jemaah haji Indonesia di masa lalu umumnya sangatlah sederhana dan tidak terkoordinir. Kemudian K.H. Ahmad Dahlan, pendiri persyarikatan Muhammadiyah yang pertama kali merintis melakukan perbaikan perjalanan haji. Kyai Ahmad Dahlan membentuk Bagian Penolong Haji diketuai oleh K.H.M. Sudja’ pada 1921. PB Muhammadiyah mengirim utusan ke Arab Saudi dan memberikan saran-saran perbaikan kepada pihak yang berwenang.

Setelah itu pemberangkatan jemaah haji Indonesia lebih terkoordinir dan tertib. Puncaknya di tahun 1926-1927, kala itu sekitar 52.000 orang Indonesia berangkat ke Makkah.

Baca juga: Cikal Bakal Badan Urusan Ibadah Haji Pertama di Indonesia Awalnya Dikelola oleh Muhammadiyah

Bagian Penolong Haji lalu membentuk Komite Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia beranggotakan para ulama dan kaum cendekia. Kongres Muhammadiyah di Bukittinggi Minangkabau tahun 1930 merekomendasikan agar mengadakan pelayaran sendiri untuk pengangkutan jemaah haji Indonesia.

Hanya saja pada masa penjajahan Jepang, pemberangkatan haji Indonesia dihentikan karena kendala utamanya adalah tidak ada sarana transportasi massal yang diperbolehkan berlayar serta faktor keamanan dalam perjalanan.

Kemudian pada masa revolusi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, tidak ada pemberangkatan jemaah haji juga. Sebab meski bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 1945, penyelenggaraan haji selama empat tahun pertama merdeka belum bisa dilaksanakan karena masalah keamanan dan kondisi negara yang belum kondusif. Waktu itu rakyat sibuk berjihad melawan Belanda yang hendak kembali menjajah tanah air Indonesia.

Baca juga: Inilah Foto Ka’bah yang Pertama Kali Diabadikan 1,5 Abad Lalu

Pada tahun 1948, pemerintah Indonesia mengirim dua kali utusan membicarakan urusan haji ke Arab Saudi. Misi Haji I tahun 1948, terdiri atas K.H.R. Muhammad Adnan, Ismail Banda, K.H.M. Saleh Suaidy, dan H. Syamsir. Misi Haji I merupakan utusan resmi haji Indonesia yang pertama sesudah Perang Dunia Kedua.

Misi Haji II tahun 1949, terdiri dari H. Abd Hamid, M. Noor Ibrahimy. Prof. Ali Hasjmy, Prof. Abdul Kahar Mudzakkir, dan H. Sjamsir. Misi Haji RI mengemban tugas peribadatan dan diplomasi dalam kerangka perjuangan kemerdekaan Indonesia menentang penjajahan.

Sejak saat itulah, Indonesia bertekad ingin kembali memberangkatkan jemaahnya melaksanakan ibadah haji ke tanah suci. Lantas bagaimana perjuangan bangsa Indonesia mengirim jemaah haji untuk pertama kalinya setelah Indonesia merdeka? Ikuti tulisan artikel ini pada bagian ke-2.

(Bersambung..)

Baca juga: Sejarah Panjang Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia. Bagian II: Pemerintah Berangkatkan Jemaah Haji Pertama Kali Pada 1949. Segini Biaya Perjalanan Haji Waktu Itu! 

Rekaman pelaksanaan ibadah haji di tahun 1928-1954 [Video: Al Hajj 1928-1954]
[post-views]
Selaras