Media Berkemajuan

14 September 2024, 21:34

Ramai Gerakan Solidaritas All Eyes On Papua, Ini yang Terjadi!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Sejumlah poster gerakan All Eyes on Papua [Foto:mu4.co.id]

Jakarta, mu4.co.id – Poster bertuliskan ‘All Eyes on Papua’, yang berarti semua mata tertuju pada Papua ramai diunggah warganet di media sosial dalam beberapa hari terakhir, setelah sebelumnya juga ramai gerakan All Eyes On Rafah.

Poster tersebut menggema untuk menyuarakan konflik lahan di bumi Papua khususnya suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan, dan suku Moi di Sorong, Papua Barat, yang sedang berjuang mempertahankan hutan adat mereka yang terancam hilang akibat pembukaan lahan perkebunan sawit di Bumi Cenderawasih.

Diketahui pembabatan lahan tersebut merupakan proyek dari PT Indo Asiana Lestari (IAL). Dimana dilaporkan perusahaan tersebut berencana akan membersihkan 36.000 hektar hutan (lebih dari setengah ukuran Jakarta) untuk memberi jalan bagi perkebunan kelapa sawit, yang membahayakan masa depan Papua.

Selain berpotensi menghilangkan hutan alam, proyek perkebunan sawit tersebut juga menghasilkan emisi 25 juta ton karbon dioksida (CO2). Dimana jumlah emisi itu sama dengan menyumbang 5% dari tingkat emisi karbon tahun 2030, yang dampaknya tidak hanya dirasakan oleh seluruh warga Papua, tetapi kepada seluruh dunia.

Baca juga: Ramai Seruan All Eyes On Rafah di Media Sosial, Ini Asal Usulnya!

Salah satu poster pun membantu menyuarakan hak-hak warga Papua tersebut yang telah diposting ulang oleh 2,6 juta pengguna media sosial Instagram. “Maka dari itu, ayo kita bantu menyuarakan hak-hak warga Papua dan dukung terus perjuangan suku Awyu dalam mempertahankan hutan adat mereka. Kalian juga bisa mendukung penyelematan hutan adat Papua dengan cara mengisi petisi ini,” tulis poster tersebut.

Karena itulah sebelumnya, masyarakat atau para pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu dan Moi melakukan aksi protes sambil memegang spanduk bertuliskan ‘Papua bukan tanah kosong’ di Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (27/05/2024) lalu,

Mereka menolak hal tersebut karena hutan itu merupakan hutan adat tempat mereka hidup secara turun temurun, serta sumber penghidupan, pangan, budaya, dan sumber air akan hilang jika hutan ini dibangun perkebunan sawit.

Lebih lanjut Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua melaporkan bahwa masyarakat adat suku Awyu dan suku Moi sama-sama tengah terlibat gugatan hukum melawan pemerintah daerah dan perusahaan sawit, dan diketahui kedua gugatan tersebut kini sudah sampai tahap kasasi di Mahkamah Agung.

[post-views]
Selaras