Blitar, mu4.co.id – Puluhan warga Kabupaten Blitar mengganti kolom agama di KTP menjadi “Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”, menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengakui hak penghayat kepercayaan dicantumkan secara resmi dalam dokumen kependudukan.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Blitar, Tunggul Adi Wibowo menyatakan, perubahan itu merupakan hak individu sesuai keputusan MK.
“Penyebabnya karena perbedaan keyakinan setiap orang. Ini juga memang dampak dari putusan MK, warga diberikan hak untuk memilih kepercayaan,” ungkap Tunggul Adi, dikutip dari detik jatim pada Kamis (24/7).
Baca Juga: Apakah Foto KTP Boleh Pakai Kacamata atau Softlens?
Ia menjelaskan bahwa pihaknya hanya menjalankan peran sebagai fasilitator administrasi sesuai ketentuan yang berlaku. Proses perubahan kolom agama menjadi kepercayaan dilakukan secara legal dan mengikuti prosedur resmi.
“Ada sekitar 78 orang yang berpindah (mengganti) kolom agama di KTP. Ini data dari tahun 2022 sampai dengan Juni 2025,” ujar Tunggul.
Tunggul menyebut, warga yang mengganti kolom agama di KTP ke “Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa” umumnya berusia di atas 40 tahun dan sebelumnya menganut agama resmi.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Blitar, tetapi juga di daerah lain, seiring diberikannya hak oleh MK bagi penghayat kepercayaan.
Baca Juga: Nomor SIM Akan Diganti Jadi NIK KTP. Kok Bisa? Ini Alasannya!
“Kami melakukan tupoksi kami, yang jelas sesuai dengan prosedur. Misalnya melampirkan surat permohonan dan surat keterangan dari organisasi kepercayaan/keagamaan yang memiliki badan hukum,” jelasnya.
Sebelumnya, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 tentang yudicial review Undang-Undang Administrasi Kependudukan, telah memberikan izin kepada penganut aliran kepercayaan untuk mencantumkan keyakinan mereka pada kolom agama di Kartu Keluarga (KK) dan KTP elektronik (KTP-el).
MK menilai bahwa penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berhak memperoleh perlakuan setara dalam hak-hak sosial dan politik, sebagaimana penganut agama resmi, termasuk dalam urusan administrasi kependudukan.
(Detik jatim, Jurnal Ilmiah Hukum Yurijaya)