Banjarmasin, mu4.co.id – Film Dokumenter “Jejak Matahari Dari Alabio” dalam rangka memperingati 1 Abad (100 tahun) Muhammadiyah Kalimantan Selatan perdana ditayangkan di layar lebar Studio 1 Kota Cinema Mall Belda-Banjarmasin, pada Ahad (30/11/2025) pukul 16.00 dan 17.00 Wita.
Pemutaran Film yang mengangkat sejarah masuknya Muhammadiyah ke Kalimantan Selatan itu mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat, khususnya warga Muhammadiyah Kalimantan Selatan.
Berdasarkan pantauan mu4.co.id, ratusan penonton terlihat antusias menonton film tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Produser Film, dr. Meldy Muzada Elfa. Ia mengatakan tiket untuk 2 kali penayangan film tersebut dengan kapasitas 204 kursi dalam satu kali pemutaran dan total 408 kursi habis terjual dalam waktu kurang dari 24 jam sejak dirilis.
“Kalau dihitung sejak dirilis tiket pada hari rabu malam dan pada hari kamis malam sudah dapat info bahwa tiket semua sudah full, mungkin 24 jam sejak pertama kali dirilis tiketnya tersebut langsung dibeli Masyarakat, hampir setengah ribu penonton ingin menonton. Ini pun juga masih banyak yang tidak kebagian,” sebutnya ketika ditemui mu4.co.id, Ahad (30/11/2025).
Meskipun demikian, dirinya menambahkan bahwa penayangan film tersebut tidak memikirkan keuntungan. “Artinya kalau seandainya ini mungkin sudah banyak yang menonton, mungkin nanti akan kita share dalam bentuk Youtube atau mungkin media sosial lainnya,” tambahnya.
Baca juga: Satu Abad Muhammadiyah Kalsel, Tercetus Ide Garap Film Dokumenter Sejarah dari Alabio!
Lebih lanjut, dr. Meldy yang juga sebagai Wakil Sekrertaris Pimpinan Muhammadiyah Kalsel itu mengungkapkan mengenai latar belakang Film Jejak Matahari Dari Alabio yang berawal dari keinginan dalam rangka memperingati 1 Abadnya Muhammadiyah di Kalimantan Selatan pada tahun 2025.
“Kita ingin 1 abad ini ada suatu momen yang betul-betul sangat melekat di hati masyarakat atau warga persyarikatan, maka tim dalam hal ini produksi mempunyai ide untuk membuat film bagaimana sejarah Muhammadiyah itu masuk ke Kalimantan Selatan,” ungkapnya.
Dirinya mengatakan film tersebut bukan film action atau drama, melainkan sebuah film dokumenter, yang lebih banyak menceritakan bagaimana perjalanan Muhammadiyah masuk ke Kalimantan Selatan melalui sebuah kampung kecil yang disebut dengan Alabio.
“Nah disitu juga menceritakan bagaimana pertentangan dari masyarakat terkait dengan masuknya Muhammadiyah di alabio. Di dalam film, Pendiri dan Pembawa Muhammadiyah di Kalimantan Selatan KH. Jafri Umar dan H. Usman mereka diperankan bagaimana mengembangkan Muhammadiyah kemudian terjadi perpecahan. Bahkan salah satu scene yang menarik bagaimana ketika KH. Jafri Umar itu datang ke tempat pamannya, kemudian ketika pulang langsung bekas tempat duduknya itu dicuci dibersihkan karena dianggap Najis pada saat itu,” sebutnya.
Film itupun diharapkan dapat menjadi pemicu untuk mengembangkan Muhammadiyah di Kalimantan Selatan, dari langkah kecil hingga dapat membawa Muhammdiyah seperti sekarang. “Jadi kepada generasi muda dan warga persyarikatan Muhammadiyah khususnya jangan berhenti untuk berbuat baik, jangan berhenti untuk melakukan kegiatan yang baik, karena langkah kecil yang kita laksanakan itu akan memberikan dampak yang besar di kemudian hari,” harapnya.
Sementara itu, Sahlipani sebagai pemeran Pendiri Muhammdiyah di Alabio KH. Jafri Umar, juga mengharapkan film tersebut dapat menjadi inspirasi dan gambaran positif bagi warga Muhammdiyah Kalimantan Selatan khususnya.
“Kami diminta untuk memerankan tokoh yang sangat luar biasa menurut kami, terkait bagaimana persebaran Muhammadiyah yang bermula di Alabio. Kami berharap film ini dapat memberikan suatu inspirasi dan gambaran yang positif bagi warga persyarikatan kita di Muhammadiyah kedepannya, dan tentunya kita dapat meneladani sosok atau tokoh yang telah berjuang mengupayakan bagaimana Muhammadiyah di Kalimantan Selatan secara luas,” ungkapnya.
“Dan kepada Kawan-kawan pemuda khususnya dapat timbul semangat-semangat juang Kemuhammadiyahan,” tambah Naser Abdurahman selaku pemeran Pembawa Muhammadiyah ke Kalimantan, H. Usman.













