Jakarta, mu4.co.id – Pemerintah melarang pengalihan fungsi lahan sawah, termasuk untuk pembangunan perumahan. Aturan ini memicu keberatan dari para pengembang, terutama karena sering terjadi kasus lahan yang mereka beli awalnya bukan kawasan sawah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), namun kemudian ditetapkan sebagai lahan sawah sehingga tidak bisa dibangun.
Dalam Rakernas Realestat Indonesia (REI) 2025, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa lahan yang telah masuk kategori lahan sawah dilindungi hanya boleh digunakan untuk kegiatan pertanian.
Jika pengembang terlanjur membeli lahan sawah dan ingin memanfaatkannya untuk fungsi lain, mereka wajib menyediakan lahan pengganti dengan produktivitas setara, meski lokasinya tidak harus berada di wilayah yang sama.
Baca Juga: Menteri ATR/BPN Wacanakan Kewajiban Daftar Ulang Sertifikat Tanah 1961-1997!
“Bapak-bapak sudah kadung urug atau kadung bangun, ternyata di wilayah sini akan minta izin, saya kasih izin. Tapi syaratnya bapak-bapak cari lahan baru dulu. Kita setorkan ke Menteri Pertanian, cetak jadi sawah, baru saya kasih izin. Jelas,” ujar Nusron dikutip dari detik properti, Ahad (7/12).
Nusron menjelaskan bahwa sawah pengganti yang diserahkan ke Kementerian Pertanian tetap menjadi milik pengembang, bukan diambil alih pemerintah. Tujuannya hanya memastikan luas sawah produktif tetap terjaga demi ketahanan pangan.
Ia menegaskan bahwa skema ini hanya berlaku bagi pengembang yang sudah terlanjur membeli lahan sawah. Untuk kasus yang belum terjadi, alih fungsi tetap dilarang.
Meski begitu, selama statusnya masih Lahan Sawah Dilindungi (LSD), pengembang tetap tidak bisa memecah atau mengubah peruntukannya sebelum menyediakan lahan pengganti untuk dicetak menjadi sawah baru.
LSD sama statusnya dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) yang tidak boleh dialihfungsikan. Adapun Lahan Baku Sawah (LBS) masih dapat dialihkan, namun dengan batasan tertentu.
“Nah yang LBS ini nanti kalau Bapak mau berizin sawah digunakan untuk yang lain, yang ini.Kalau yang ini (lahan LDS/LP2B dan KP2B) bapak ngajuin izin untuk apapun, tidak boleh.Kecuali bapak-bapak semua tadi sanggup mengganti lahan baru,” jelasnya.
Nusron telah meminta pemerintah kabupaten/kota menyesuaikan RTRW mereka dengan ketentuan LSD. Saat ini ada 12 provinsi yang diusulkan untuk penetapan LSD dengan total sekitar 2,7 juta hektare, yakni Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
(Detik properti)














