Media Utama Terpercaya

8 Juli 2025, 17:26
Search

Pembayaran QRIS Juga Bakal Kena PPN 12%, Ini Ketentuannya!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
PPN 12% QRIS
Transaksi QRIS [Foto: laman QRIS]

Jakarta, mu4.co.id – Mulai 1 Januari 2025, transaksi uang elektronik melalui QRIS akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK.03/2022, yang menetapkan bahwa uang elektronik telah menjadi objek PPN sejak April 2022 dengan tarif awal 11%.

“PPN dikenakan atas penyerahan jasa penyelenggaraan teknologi finansial oleh pengusaha,” demikian Pasal 6 beleid, dilansir dari Bloomberg Technoz, Sabtu (21/12).

Layanan teknologi finansial mencakup penyediaan jasa seperti uang elektronik, dompet digital, gerbang pembayaran, layanan switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.

Baca Juga: Uang Elektronik Juga Bakal Kena PPN 12%. Begini Perhitungannya!

Berdasarkan Portal Informasi Indonesia, PPN dikenakan pada transaksi menggunakan uang elektronik karena tergolong jasa kena pajak. Pajak ini tidak dihitung dari saldo yang tersimpan, tetapi dari nominal transaksi yang dilakukan, dengan tarif PPN sebesar 12%.

“Misalnya, kita ingin melakukan pembayaran atas belanja sebesar Rp100.000 menggunakan saldo dompet digital atau uang elektronik. Lalu, ada biaya layanan sebesar Rp5.000 menyertainya. Dari transaksi itu, PPN (12%) dihitung dari biaya layanan yang timbul, yakni dari Rp5.000,” tulis portal tersebut.

Baca Juga: Warganet Ramai Ajak Petisi Tolak PPN 12 %, Jika Tembus 25 Ribu Akan Diserahkan Ke Pemerintah!

Pemerintah memastikan kenaikan tarif PPN menjadi 12% akan berlaku mulai 1 Januari 2025, tanpa membatasi penerapannya hanya pada barang mewah. Artinya, skema multitarif tidak diterapkan, meskipun sempat ada usulan agar tarif 12% hanya diberlakukan untuk barang mewah.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan Kacaribu, menyatakan bahwa keputusan ini tidak memerlukan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Tidak (revisi UU), kita menganut bukan multitarif undang-undangnya, tarif PPN nya tidak multitarif, tetapi ada pengaturan-pengaturan khusus yang dibolehkan oleh UU juga dan itu kita turunkan dalam peraturan turunannya, peraturan pemerintah (PP) maupun peraturan menteri terkait,” ucap Febrio.

(Bloomberg Technoz)

[post-views]
Selaras