Media Berkemajuan

27 Desember 2024, 08:19

Muhammadiyah Adalah Pelopor Modernisasi Tradisi Halal Bihalal, Simak Sejarahnya!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Ilustrasi Halal Bihalal [Foto: istockphoto.com]

Yogyakarta, mu4.co.id – Kegiatan bersilaturahim dalam rangka merayakan kegembiraan Idulfitri biasa disebut dengan halal bihalal, baik dilakukan secara individu dengan cara mendatangi rumah sanak keluarga, tetangga, maupun dengan berkelompok yang biasa dikemas dengan pengajian atau makan-makan.

Untuk diketahui, tradisi halal bihalal atau biasa juga disebut syawalan ini ternyata lebih dulu ada di pulau Jawa dengan nama pisowanan. Pemerhati Sejarah Muhammadiyah, Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi merujuk Ahmad Baso mengatakan bahwa tradisi keagamaan silaturahim halal bihalal tersebut dikemas secara formal telah ada sejak tahun 1.700 an di Daerah Cirebon.

Kemudian di masa selanjutnya, tradisi itupun masih terus berlangsung dengan mengalami pemodernan tata cara. Ghifari pun mengatakan bahwa Suara Muhammadiyah (SM) lah yang memulai modernisasi cara umat Islam dalam bersilaturahmi, khususnya warga Muhammadiyah. Dimana dalam konteks awal abad 20, majalah merupakan platform media massa modern yang sangat modern di tengah kolonialisme.

Lebih lanjut Anggota Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu juga menyebut hal itu terbukti dengan ditemukannya rubrik khusus dalam Soeara Moehammadijah No. 5 Tahun 1924 yang diperuntukkan bagi pembaca yang ingin menyampaikan ucapan permohonan maaf sekaligus menyambung silaturahmi melalui media massa, dengan menggunakan istilah Alal Bahalal.

[Foto: pwmjateng.com]

“Kita sebenarnya memulai tapi pada aspek sisi kemajuan dan modernitas, yang ditunjukkan oleh Muhammadiyah adalah seiring dengan berkembangnya literasi melalui pers islam, yakni Suara Muhammadiyah sebagai pers tertua,” ujar Ghifari.

“Kontribusi besar Muhammadiyah pada tradisi Alal Bihalal disajikan dalam platform majalah, yang disitu menunjukkan modernitas dan kemajuan Muhammadiyah. Bahwa warga Muhammadiyah itu adalah kelompok yang terpelajar-intelektual, karena dekat dengan literasi dengan buku dan ilmu pengetahuan,” kata Ghifari di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta,” tambahnya.

Baca juga: Libur Panjang Idul Fitri 1445 H / 2024, Mulai Tanggal Berapa?

Tak hanya itu, Menurut Ghifari modernisasi tradisi halal bihalal juga ditunjukkan dengan adanya Brosur Lebaran dari Muhammadiyah Kotagede, serta hadirnya Brosur Lebaran yang mewadahi model silaturahmi secara berkemajuan, dan menunjukkan tingginya literasi warga Muhammadiyah.

Kemudian pada tahun 1930 an beberapa instansi di Indonesia telah banyak melaksanakan tradisi halal bihalal tersebut. Seperti yang dimuat dalam surat kabar berbahasa Belanda, “Algemeen Handelsblad Voor Nederlandsch Indië” tahun 1939 mengabarkan bahwa perkumpulan perempuan Muhammadiyah-‘Aisyiyah menggelar rapat lebaran di Gedung Sobokarti, di Kota Semarang.

Dalam surat kabar itu disebutkan bahwa pertemuan tersebut yang dialih bahasakan ke Bahasa Belanda sebagai Lebaraanbijeenkomst yang dalam Bahasa Indonesia sebagai pertemuan atau rapat lebaran akan diisi oleh empat pembicara perempuan yang menyampaikan tentang sejarah dan keutamaan Nabi Muhammad SAW.

Selain itu, di beberapa surat kabar Bahasa Belanda pada 1930 an juga disebutkan bahwa beberapa instansi pemerintahan termasuk juga kepolisian juga menyelenggarakan tradisi halal bihalal.

“Artinya itu sudah menjadi budaya organisasi yang saya lihat. Penggunaan istilah Lebaraanbijeenkomst, meskipun di beberapa literatur sudah menyebut halal bihalal ada di koran Belanda sudah ada yang menyebut itu. Karena mungkin lebih populer di akhir 1930 an, tapi di awal 1930 an masih menggunakan Lebaraanbijeenkomst,” ungkapnya.

Menurut Dosen Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, halal bihalal adalah sebagai tradisi panjang yang kemudian dihadirkan dalam berbagai bentuk dan ekspresi umat Islam di Indonesia pasca Idulfitri. Dan Majalah SM pada 1924 urun andil memodernisasi tradisi halal bihalal melalui pemanfaatan platform media massa yang sangat modern saat itu (majalah).

Sebagai informasi, halal bihalal pada tahun 1930 an, biasanya diisi dengan ceramah keagamaan termasuk menjelaskan sejarah Nabi Muhammad SAW, selain itu di halal bihalal yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau organisasi lain pasca kemerdekaan sajian acaranya ditambah dengan beberapa hiburan seperti Dagelan Mataram.

Sumber: muhammadiyah.or.id

[post-views]
Selaras