Jakarta, mu4.co.id – Ketua MPR, Bambang Soesatyo atau yang akrab disapa Bamsoet mengungkapkan adanya aspirasi masyarakat yang menginginkan UUD 1945 bisa kembali diamendemen, yang disampaikannya ketika bersilaturahim kebangsaan dengan Ketum Nasdem, Surya Paloh, Senin (04/06/2024) lalu.
“Memang sepanjang kami menjadi pimpinan MPR, setidak-tidaknya, banyak aspirasi yang berkembang di masyarakat dan kami terima. Pertama amendemen terbatas UUD 1945 untuk masuk kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dengan menambah dua ayat di dua pasal,” tuturnya.
Terkait dengan hal tersebut, pihak MPR pun kemudian juga menemui Mantan Ketua MPR periode 1999-2004, Amien Rais di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (05/06/2024).
Baca juga: Amien Rais Minta Muhammadiyah Tidak Ikut-ikutan Kelola Tambang
Menganggapi hal tersebut, Amien Rais pun mengaku setuju jika sistem pemilihan presiden dikembalikan ke MPR seperti sebelum era reformasi. Dirinya mengaku naif ketika dulu mengubah sistem pemilihan presiden dari tidak langsung menjadi langsung, dengan harapan dapat menekan terjadinya politik uang. “Jadi mengapa dulu saya selaku ketua MPR itu, melucuti kekuasaannya sebagai lembaga tertinggi yang memilih presiden, dan wakil presiden, itu karena penghitungan kami dulu perhitungannya agak naif,” kata Amien dikutip dari kompas.com usai bertemu pimpinan MPR.
“Sekarang saya minta maaf. Jadi dulu, itu kita mengatakan kalau dipilih langsung one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 120 juta pemilih, mana mungkin? Perlu puluhan mungkin ratusan triliun. Ternyata mungkin. Nah itu,” lanjutnya.
Selain itu, dirinya juga sepakat apabila UUD 1945 kembali diamendemen untuk mengubah aturan pemilihan presiden. “Itu (politik menyogok) luar biasa. Jadi sekarang kalau mau dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak?” jelas Ketua Majelis Syuro Partai Ummat ini.
Lebih lanjut menurutnya, masyarakat juga boleh menyampaikan pertimbangannya soal usulan amendemen tersebut. “Kan nanti orang berpikir, punya pertimbangan, tapi kalau rakyat itu patuhnya biasanya, di Amerika itu ada namanya demokrasi dolarisasi, tapi kalau di Indonesia itu demokrasi rupiahtokrasi,” pungkasnya.