Banjarbaru, mu4.co.id – Mahkamah Konstitusi menolak dua gugatan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru dalam sidang pada Senin (26/5), karena pemohon tidak memiliki legal standing. Putusan ini mengabulkan eksepsi dari KPU Kalimantan Selatan dan paslon Erna Lisa Halaby–Wartono.
“Mengabulkan eksepsi termohon dan pihak terkait dengan kedudukan hukum pemohon. Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK, Suhartoyo dalam amar putusannya, dikutip dari Banjarmasin Post, Rabu (28/5).
Sebagai informasi, terdapat dua permohonan sengketa hasil PSU Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwakot) Banjarbaru Tahun 2024 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Kedua perkara tersebut tercatat dengan nomor registrasi 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang diajukan oleh Syarifah Hayan dari Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI), dan 319/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang diajukan oleh Udiansyah, pemilih di TPS 007 Sungai Besar, Banjarbaru Selatan.
Baca Juga: Hasil PSU Pilkada Banjarbaru Kembali Digugat, Ini Kata Wamendagri!
Keduanya menggugat karena surat suara dalam PSU tidak mencantumkan opsi “kolom kosong”, meskipun hanya ada satu paslon dalam Pilwalkot Banjarbaru.
Dengan gugatan ditolak, kemenangan Lisa Halaby–Wartono di PSU Pilkada Banjarbaru tinggal menunggu penetapan resmi dan dilantik sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru.
Alasan LPRI Tak Miliki Legal Standing Sebagai Pemohon
Dalam sidang terakhir pada Selasa (20/5/2025), status LPRI sebagai pemantau Pilkada Banjarbaru dipersoalkan. KPU Kalsel mengakui mencabut status tersebut berdasarkan rekomendasi Bawaslu karena perwakilan LPRI, Syarifah Hayana, dinilai tidak netral saat menjalankan tugas.
Kuasa hukum KPU Kalsel, Raden Liani Afrianty, menekankan bahwa pencabutan status LPRI sebagai pemantau membuat lembaga itu kehilangan legal standing untuk mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi.
“Oleh karena itu, Mahkamah memiliki cukup alasan hukum untuk menyatakan bahwa Pemohon tidak memiliki legal standing,” ujarnya.
(Banjarmasin Post)