Media Berkemajuan

25 April 2025, 09:04
Search

MK Tolak Gugatan 2 Mahasiswa UI Terkait UU Pilkada, Ini Putusannya!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan, pemohon terkait uji materiil UU tentang Pemilihan Kepala Daerah  [Foto: mkri.id]

Jakarta, mu4.co.id – Mahmakah Konstitusi (MK) menolak gugatan 2 mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI),  yakni Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan terkait UU Pilkada, yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, dengan dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, Kamis (29/02/2024) .

Putusan tersebut tertuang dalam nomor 12/PUU-XXII/2024. “Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” tulis MK dalam amar putusannya, Kamis (29/02/2024).

Permohonan kedua mahasiswa FH UI tersebut atas pengujian Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada), yang teregistrasi pada 9 Januari 2024.

Baca juga: Ini List Provinsi yang Gelar Pilkada 2024 Termasuk Kalsel?

Dalam gugatan tersebut keduanya meminta agar MK mensyaratkan kepada Calon Anggota Legislatif (Caleg) yang terpilih di pemilihan legislatif Februari kemarin harus menyatakan mundur jika ingin maju di Pilkada 2024 pada November mendatang.

Mereka mengatakan syarat tersebut tidak hanya berlaku bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD, tetapi juga berlaku bagi Caleg yang terpilih.

Dalam pertimbangannya, MK menilai gugatan pemohon tidak proporsional terkait keharusan anggota DPR, DPD, dan DPRD untuk mengundurkan diri, sebab sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada, hanya dipersyaratkan memberitahukan kepada pimpinan jika maju dalam Pilkada.

“Alasan pembentuk UU bahwa jabatan DPR, DPD, dan DPRD adalah bersifat kolektif kolegial, sehingga jika terdapat anggota DPR, DPD, atau DPRD mencalonkan diri sebagai wakil atau kepala daerah tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsinya, tidaklah cukup untuk dijadikan alasan pembedaan perlakuan tersebut,” tulis MK.

Dalam putusan tersebut juga terdapat alasan berbeda dari satu orang Hakim, yakni Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah. Ia menilai anggota legislatif harus mundur sejak ditetapkan sebagai peserta Pilkada.

“Sesuai Pasal 7 ayat (2) huruf s UU 10/2016, anggota legislatif aktif harus mundur dari jabatannya sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan kepala daerah tanggal 22 September 2024, namun demikian dirinya masih menyandang status sebagai calon anggota legislatif terpilih yang belum dilantik pada 1 Oktober 2024. Pasal 53,” ucapnya.

“A quo secara normatif hanya mengatur kewajiban mundur bagi anggota legislatif aktif, sehingga akan muncul pertanyaan apakah dalam situasi demikian maka yang bersangkutan ketika sudah dilantik menjadi anggota legislatif 2024 harus mundur dari jabatannya sebagai anggota legislatif untuk kedua kalinya. Ataukah dia tetap berhak menyandang status sebagai anggota legislatif karena pada saat dilantik menjadi anggota legislatif 2024 dirinya sudah melewati tahapan penetapan pasangan calon kepala daerah,” sambungnya.

Sumber: detik.com

[post-views]
Selaras