Syukur Kunci Kebahagiaan dan Kemakmuran
إنَّ اَلْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَلَهُ, َأَشْهَدُ أَنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. والصلاة والسلام على هذا النبي الكريم وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين, أما بعد: معاشر المسلمين رحمكم الله أوصيكم وإيايا بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال تعالى:يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا .يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا .
Hadhirin wal Hadhirat, jama’ah shalat ‘Idul Adha rahimakumullah…
Kota Mekkah Al Mukarramah, sebuah kota suci yang penuh dengan sejarah dan keberkahan, merupakan kiblat umat Islam di seluruh dunia. Di kota ini, terdapat Masjidil Haram, Ka’bah, dan berbagai tempat suci lainnya yang menjadi tujuan utama bagi umat Islam untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Setiap tahun, jutaan umat Islam dari berbagai penjuru dunia berbondong-bondong datang ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan umrah. Keberadaan mereka di Mekkah bukan hanya untuk melaksanakan ibadah, tetapi juga untuk mencari ketenangan jiwa, membersihkan diri dari dosa dan kesalahan, serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hadirin yang berbahagia,
Keberkahan Mekkah Al Mukarramah tidak hanya dirasakan oleh para jamaah haji dan umrah, tetapi juga oleh penduduk setempat. Kota ini menjadi pusat perekonomian dan perdagangan yang ramai. Berbagai macam usaha dan kegiatan ekonomi bermunculan di Mekkah, sehingga memberikan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Keberkahan Mekkah Al Mukarramah juga dapat dirasakan oleh seluruh umat Islam di dunia. Kota ini menjadi simbol persatuan dan kesatuan umat Islam. Di Mekkah, umat Islam dari berbagai negara dan budaya bertemu dan bersatu dalam satu tujuan, yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.
Allahu akbar.. Allahu akbar.. walillahilhamd.
Kota Mekkah Al Mukarramah sungguh sangat menakjubkan. Padahal, tempat itu dulunya gersang. Tak ada manusia yang mau datang dan bertempat tinggal di sana. Tak ada air dan tak ada tanaman. Hingga datanglah Hajar dan Ismail, karena dibawa oleh Nabi Ibrahim, dan ditinggalkan di tempat itu atas perintah Allah SWT.
Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk meninggalkan istrinya Siti Hajar dan putranya yang masih kecil, Ismail AS, di sebuah lembah yang tandus dan tidak berpenghuni – yaitu Makkah. Perintah ini tentu terasa berat bagi Nabi Ibrahim AS. Sebagai seorang suami dan ayah, beliau tentu ingin memberikan yang terbaik bagi keluarganya. Namun Nabi Ibrahim AS adalah hamba yang shalih, beliau meletakkan kepasrahan kepada Allah SWT di atas segalanya seraya berdoa.
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu yang dihormati. Wahai Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah rezeki kepada mereka dari buah-buahan, supaya mereka bersyukur. (Qs. Ibrahim: 37)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…
Dari untaian doa Nabi Ibrahim di atas, jelas bahwa kunci kesuksesan, kemakmuran, dan kebahagiaan sesungguhnya adalah sederhana saja yaitu bersyukur. Di Makkah yang meskipun sangat tandus, kering dan keras berbatu, bila disyukuri ternyata menjadi tempat yang sangat makmur dan menyedot jiwa-jiwa manusia yang tiada henti. Tapi tentu dengan sikap syukur yang sungguh-sungguh. Bukan syukur basa basi. Tapi bersyukur kepada Allah dari lubuk hati yang jernih dan dibuktikan dengan sikap dan perbuatan yang nyata.
Baca juga: Khutbah Idul Fitri 1445 H, Ustaz H Umar Said Thalib (di Halaman Masjid Al Jihad Banjarmasin)
7 Ajaran Bersyukur dari Keluarga Nabi Ibrahim AS
Mari kita lihat bagaimana Nabi Ibrahim AS, Hajar, dan Ismail mengajarkan bersyukur kepada Allah secara benar.
Pertama, selalu berbaik sangka kepada Allah.
Hajar sempat kaget dan berteriak berulang kali ketika dia dan Ismail yang masih bayi tiba-tiba ditinggal begitu saja oleh Nabi Ibrahim di tempat gersang yang sepi dari tanda-tanda kehidupan. Nabi Ibrahim pun jalan terus meninggalkan tempat itu, tidak menoleh dan tak menjawab. Tentu saja Hajar terperangah diperlakukan demikian. Dia membuntuti suaminya dari belakang sembari bertanya,
“يَا إِبْرَاهِيْمَ أَيْنَ تَذْهَبُ وَتَتْرُكُنَا بِهذَا الْوَادِي الَّذِى لَيْسَ بِهِ أَنِيْسٌ وَلاَ شَيْئٌ ؟”
“Wahai Ibrahim, hendak pergi ke manakah engkau? Apakah engkau akan meninggalkan kami tanpa teman di lembah yang tidak ada sesuatu apapun ini?”
Ibrahim tidak menjawab pertanyaan istrinya. Beliau terus saja berjalan. Hajar kembali mengulangi pertanyaannya, tetapi Ibrahim tetap membisu. Akhirnya Hajar paham bahwa suaminya pergi bukan karena kemauannya sendiri. Dia mengerti bahwa Allah memerintahkan suaminya untuk pergi. Maka kemudian dia pun bertanya,
“آللهُ أَمَرَكَ بِهذَا ؟”
“Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami?”
Ibrahim menjawab, “Benar“. Kemudian istri yang shalihah dan beriman itu berkata,
“إِذًا لَا يُضَيِّعُنَا اللهُ!”
”Jika demikian pasti Allah tidak akan menterlantarkan kami”.
Jadi Hajar sadar dan yakin seyakin-yakinnya dengan perintah Allah, meski ditempatkan di tempat yang gersang dan hanya berdua dengan putranya yang masih bayi, Hajar percaya bahwa ini adalah takdir yang baik. Allah takkan membiarkannya. Inilah keimanan dan sikap selalu bersyukur kepada Allah. Tak pernah ragu dan bimbang terhadap apapun yang diperintahkan oleh Allah, meski tampaknya berat, sulit, dan susah. Kita harus selalu yakin, bahwa dibalik perintah Allah pasti ada hikmah dan nikmat yang besar.
Kedua, bersyukur itu bukan berdiam diri atau berpangku tangan.
Tapi bersyukur itu harus ada usaha dan perjuangan yang kuat. Hajar percaya bahwa Allah pasti tidak membiarkannya, tetapi Hajar tidak hanya berpangku tangan. Hajar lari naik ke bukit shafa mencari rezeki. Tidak ada rezeki di bukit Shafa, ia lari ke bukit Marwa. Tidak ada apa-apa di Marwa, ia kembali ke Shafa. Demikian, ia lari bolak balik sampai tujuh kali. Hingga Allah memberikan anugerah air yang keluar di dekat kaki Ismail. Usaha dan perjuangan Hajar untuk mencari rezeki ini, kita kenal dengan sa’i, yang berarti usaha keras atau perjuangan.
Itulah, kita sebagai orang yang beriman diperintahkan oleh Allah berusaha dan berjuang. Allah berfirman,
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Al-Jumu’ah: 10)
Islam melarang keras bermalas-malasan, minta-minta, dan menggantungkan hidup kepada orang lain. Islam juga memperingatkan agar kita tak mudah berhutang, apalagi makan riba, mencuri atau korupsi. Tapi kita diperintahkan untuk bekerja dan berusaha mencari rezeki secara halal dan baik. Allah berfirman,
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (Qs. An-Nahl: 114)
Ketiga, bersyukur itu bisa mensyukuri yang kecil atau sedikit.
Betapa indahnya teladan Hajar dalam bersyukur. Di saat ia dan Ismail kelaparan, tak ada apa-apa lagi yang bisa dimakan dan diminum. Kurmanya sudah habis dan susunya sudah kering. Ia pun telah melakukan usaha (sa’i), berlari pontang panting. Pada akhirnya, Allah memberikan rezeki berupa air, air putih. Subhanallah, Hajar tidak mengatakan, “Ya Allah mengapa hanya air putih.”
Ternyata oleh Hajar, air putih yang keluar dari bumi itu diterimanya sebagai anugerah yang sangat besar. Sehingga ia kumpulkan, dan dibuat bendungan kecil, khawatir kalau sampai hilang percuma. Inilah yang kemudian kita kenal dengan sumur atau air Zamzam. Meski air putih, karena disyukuri oleh Hajar maka selalu memberikan kecukupan. Hajar meminum air itu dengan penuh rasa syukur, maka keluarlah air susunya kembali dengan sangat lancar. Dan, berhari-hari air itu diminum tanpa ada makanan yang lainya ternyata cukup.
Demikianlah rezeki itu prinsipnya. Cukup atau tidak, bukan karena sedikit atau banyaknya. Sedikit bila disyukuri maka cukup, tapi meski banyak bila tak disyukuri takkan juga cukup. Nabi bersabda,
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ (رواه أحمد)
“Siapa yang tak bisa mensyukuri yang sedikit, maka ia takkan bisa mensyukuri yang banyak.” (Hr. Ahmad)
Keempat, bersyukur itu mau berbagi.
Ini pun dicontohkan oleh Hajar. Orang-orang dipersilahkan untuk turut berada di tempat itu dan ikut menikmati air tersebut. Hajar berpesan agar air itu tak dimiliki oleh siapa pun. Artinya, siapa pun boleh untuk meminum dan mengambilnya tapi bukan untuk dijual belikan. Air itu hingga hari ini dibagi-bagi gratis. Dan karena itu, maka tak ada habis-habisnya. Itu memberi pelajaran, bahwa siapa yang mau berbagi maka takkan mengurangi rezeki. Harta semakin jernih, bersih dan penuh berkah. Sama seperti air yang terus mengalir, diambil dan dibagi kepada banyak orang.
Baca juga: Khutbah Idul Adha 1444 H, Ustaz H. Muhammad Azhar Fithri (di Lapangan RTH Kamboja Banjarmasin)
Kelima, bersyukur itu mau berkurban.
Inilah yang dicontohkan Ibrahim, Hajar dan Ismail. Nabi Ibrahim berkata,
يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Wahai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu.” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (Qs. Ash-Shaffat: 102)
Apa yang terjadi? Bukan Ismail yang disembelih. Tapi Allah datangkan kambing kibas besar. Itulah pengorbanan. Pengorbanan bukan sia-sia. Tapi justru mendatangkan karunia yang besar.
Karena itu, maka kita disyariatkan setahun sekali menyembelih hewan kurban. Untuk apa? Untuk menyembelih kebakhilan kita, untuk menyembelih ketamakan kita, untuk menyembelih nafsu cinta kita terhadap dunia yang fana ini. Dan, kita diingatkan bahwa berkurban ternyata tidak mengurangi harta kita. Berkurban adalah keniscayaan dalam kehidupan ini. Siapa yang tak mau berkurban, niscaya akan menjadi kurban. Allah berfirman:
إِنَّآ أَعْطَيْنَـٰكَ ٱلْكَوْثَرَ ١ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ ٢ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلْأَبْتَرُ ٣
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (Qs. Al-Kautsar).
Keenam, bersyukur itu mau memenuhi undangan Allah. Mau memakmurkan rumah-Nya.
Inilah yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim, Hajar dan Ismail. Yang mau bertempat tinggal di dekat Masjidil Haram, lalu membangunya dan memakmurkannya. Bagaimana orang itu bisa disebut bersyukur kepada Allah, bila diundang ke rumah-Nya yaiu Masjidil Haram dan masjid-masjid yang lainnya tapi tak datang. Bagaimana orang hanya pandai minta kepada Allah, tapi diundang ke rumah-Nya tak mau?
Wahai para pemuda, wahai para pemudi, wahai bapak-bapak dan ibu-ibu yang sehat dan berharta, kapan kalian mau berkunjung ke rumah Allah? Lima kali dalam sehari Allah memanggil, berapa kali kalian penuhi?
Apakah kita tidak malu, bila mol-mol rajin kita kunjungi, tapi masjid tidak. Kampus setiap hari didatangi, tapi masjid dibiarkan sepi. Bagaimana bisa terjadi, jalan-jalan di waktu shubuh dilakoni tapi shalat shubuh di masjid tak bisa menjalani. Bahkan ada yang bolak balik dari hotel ke hotel, bahkan sampai di luar negeri sekalipun, tapi belum mampu berkunjung ke masjid yang berada sangat dekat dengan rumahnya.
Yang tak mau diundang oleh Allah, berarti belumlah ia bersyukur kepada Allah. Sekali lagi tengoklah Hajar, Ismail dan Ibrahim. Itulah manusia-manusia teladan dalam membangun peradaban besar. Dari mana mereka memulai membangun? Bukan dari hitung-hitungan materi dan ekonomi. Tapi bermula dari masjid. Membangun masjid dan memakmurkannya. Karena itulah wujud syukur kepada Allah di muka bumi ini. Allah berfirman,
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ (36) رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ (37) لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (38)
”Bertasbih kepada Allah di mesjid-mesjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, oleh orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. Supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (Qs. An-Nur: 36-38)
Ketujuh, bersyukur itu merasa cukup (qana’ah) atas anugerah Allah dan tidak mudah berkeluh kesah.
Terkait dengan hal ini ada kisah yang menarik. Suatu saat Nabi Ibrahim berkunjung ke rumah Ismail di Mekkah dekat Masjidil Haram. Nabi Ismail tidak ada. Yang ada di rumah isterinya. Nabi Ibrahim bertanya, ke mana Ismail suamimu? Dia menjawab, “Pergi mencari rezeki.” Nabi Ibrahim bertanya: “Bagaimana keadaan kalian?” Dia menjawab: “Susah. Kami sangat kesulitan dan serba kekurangan.” Ia pun menceritaan kekurangan-kekurangan suaminya Ismail. Nabi Ibrahim berkata: “Katakan kepada suamimu bahwa aku datang, dan sampaikan salamku kepadanya dan aku pesan agar dia mengganti daun pintu (rumah)nya.”
Ketika Nabi Ismail datang, sang isteri pun mengatakan pesan orang tadi. Bahwa, ada lelaki tua yang datang, menyampaikan salam dan memberi pesan agar ia mengganti daun pintunya. Mendengar hal itu Nabi Ismail mengatakan: “Beliau adalah ayahku, beliau berpesan agar aku menceraikanmu. Maka pulanglah ke rumah keluargamu.”
Setelah itu, Nabi Ismail menikah lagi. Nabi Ibrahim kembali mengunjungi putranya. Tapi yang ada adalah isterinya. Nabi Ibrahim bertanya, ke mana suamimu Ismail? Dia menjawab, “Pergi mencari rezeki.” Nabi Ibrahim bertanya: “Bagaimana keadaan kalian?” Isteri Nabi Ismail menjawab: “Alhamdulillah, baik, senang dan bahagia. Tak ada kekurangan apa-apa.” Nabi Ibrahim bertanya: “Apa makanan dan minuman kalian?” Dia menjawab: “Daging, dan minuman kami air.” Nabi Ibrahim lalu berkata: “Katakan kepada suamimu bahwa aku datang, dan sampaikan salamku kepadanya dan aku pesan agar dia mempertahankan daun pintu (rumah) nya.”
Ketika Nabi Ismail datang, sang isteri pun mengatakan pesan orang tadi. Bahwa, ada orang laki-laki tua yang datang, menyampaikan salam dan memberi pesan agar ia mempertahankan daun pintunya. Mendengar hal itu Nabi Ismail gembira seraya berkata: “Beliau adalah ayahku, beliau berpesan agar aku mempertahankanmu.”
Keluarga Nabi Ismail pun bahagia. Melahirkan keturuan-keturunan yang bermartabat dan sangat terhormat. Hingga, lahirlah Nabi Muhammad Saw.
Pada akhirnya marilah kita berdoa, memohon kepada Allah agar Allah karuniakan kepada kita hidayah dan taufiq-Nya agar kitab bisa menjadi hamba-hamaba Allah yang senantiasa bersyukur kepada-Nya.
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي اَلْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
اللهم اغفر لنا ولوالدينا ولجميع المسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات
اَللَّهُمَّ اِنِّى أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمِ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَسْبَعُ وَمِنْ دُعَاءِ لاَيُسْمَعُ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tak bermanfaat, dari hati yang tak khusyu dan jiwa yang tak pernah merasa puas serta dari doa yang tak didengar
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُمْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَّشْكُوْرًا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرًا
Ya Allah, jadikanlah mereka (para jamaah haji) haji yang mabrur, sa’i yang diterima, dosa yang diampuni, perdagangan yang tidak akan mengalami kerugian.
رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ, وصلى الله على نبينا محمد وعلى اله وصحبه أجمعين, سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ