Jakarta, mu4.co.id – Nama Majelis Ulama Nusantara (MUN) ramai dibicarakan karena mendukung kelanjutan Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk 2 (PSN PIK 2) setelah melakukan kajian dan peninjauan pada 1 Februari 2025.
Juru bicara MUN, Kyai Mohamad Ashshiddiqi, menegaskan bahwa ulama harus mendukung kebijakan yang bermanfaat bagi umat. Sejalan dengan Ahlussunah Waljama’ah, mereka berharap proyek ini berjalan sesuai Perpres era Jokowi-Ma’ruf Amin tanpa terhambat kepentingan politik.
MUN menilai proyek ini bermanfaat, mengutip Kyai Said Aqil Siradj yang menyebut membiarkan tanah terbengkalai adalah dosa.
Baca Juga: Menag Menyayangkan Tiadanya Suara Azan di PIK. Ini Rencana Kedepan!
Menteri Perekonomian sendiri menegaskan bahwa PSN PIK 2 tidak terkait dengan Pantai Indah Kapuk. Proyek seluas 1.754 hektar di lahan Kementerian Kehutanan ini berfokus pada pengembangan wisata mangrove, eco-wisata, dan masjid 4,5 hektar tanpa perumahan komersial.
MUN Tegaskan Tidak Saingi MUI
Dikatakan bahwa MUN hadir sebagai alternatif kemitraan untuk mempererat hubungan antara ulama, umara, dan umat, bukan untuk menyaingi Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUN berkomitmen memperkuat persatuan dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara.
Kiai Alwiyan menegaskan MUN lahir sebagai wujud kebebasan berserikat yang dijamin undang-undang, berpegang pada nilai nasionalisme dan berkomitmen membela kebenaran dan keadilan.
“Kami berkumpul dalam wadah ini untuk memperkuat peran ulama dan akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) pertama pada akhir Februari 2025, di Jakarta,” ujarnya dikutip dari Pojok Satu, Kamis (13/2).
Baca Juga: Penandatanganan MoU Proyek 1 Juta Rumah Dengan Qatar, Targetkan Hunian Menengah ke Bawah
Ia mengungkap dukungan terhadap MUN terus meningkat dan Munas perdana ini diharapkan menjadi tonggak sejarah bagi gerakan alim ulama di Indonesia.
Dengan dukungan yang semakin luas, MUN optimis dapat memperkuat peran ulama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Kiai Alwiyan, kemitraan antara ulama dan umara sangat penting, terutama di tengah tantangan geopolitik dan kepentingan tertentu yang dapat mengancam persatuan.
MUN mempertahankan kemandirian dan kebebasan untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat, meskipun menjalin kemitraan dengan pemerintah.
“Yang membedakan MUN adalah pendekatan kami yang santun, mengutamakan dialog, serta mendahulukan tabayyun dalam menyampaikan kritik kepada pemerintah,” ucap Kiai Alwiyan.
(Pojok Satu)