Media Berkemajuan

27 Juli 2024, 10:49

Mematuhi Ketetapan Hari Raya Pimpinan Pusat Muhammadiyah = Mematuhi Ulil Amri?

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Ilustrasi menempuh perjalanan di padang pasir [Foto: islamramah.co]

Jangan Kuras Energi Umat Islam Berdebat, Saling Hormatilah Keputusan Ulil Amri Masing-masing Lembaga Fatwa Ulama

Banjarmasin, mu4.co.id – Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya berjalan pelan meninggalkan Khandaq/ Perang Ahzab yang terjadi pada bulan Syawal tahun 5 Hijriah. Menjelang zhuhur, Rasulullah ﷺ berjalan menuju rumah Ummu Salamah. Setelah membersihkan diri dan beristirahat sejenak lalu bersiap melaksanakan shalat zhuhur, saat itulah malaikat Jibril mendatangi beliau.

قَدْ وَضَعْتَ السِّلَاحَ وَاللَّهِ مَا وَضَعْنَاهُ فَاخْرُجْ إِلَيْهِمْ قَالَ فَإِلَى أَيْنَ قَالَ هَا هُنَا وَأَشَارَ إِلَى بَنِي قُرَيْظَةَ

Kalian sudah meletakkan senjata kalian? Demi Allâh, kami belum meletakkannya, keluarlah menuju mereka! Rasulullah ﷺ  bertanya, Kemana? Jibril menjawab, “Kearah sini.” Jibril menunjukkan arah Bani Quraizhah*. (HR Bukhâri)

(*maksudnya Yahudi Bani Quraizhah yang telah berkhianat dengan membantu Pasukan Ahzab untuk menyerang kaum Muslimin).

Usai melaksanakan shalat zhuhur bersama para sahabatnya, Rasulullah ﷺ segera memberikan komando untuk mendatangi Bani Quraizhah. Beliau bersabda:

لَا يُصَلِّيَنَّ اَحَدُكُمْ الْعَصْرَ اِلّا فِى بَنِى قُرَيْظَة

“Janganlah sekali-kali kalian shalat Ashar, kecuali di Bani Quraizhah”. (HR Bukhari Muslim)

Kaum Muslimin terus bergegas menuju pemukiman Bani Quraizhah. Ketika waktu Ashar tiba, mereka masih dalam perjalanan.

Saat itu terjadi perbedaan pendapat. Mereka ingat dengan pesan Nabi ﷺ yang berbunyi, “Jangan sekali-kali mengerjakan shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.”

Sebagian dari pasukan kaum Muslimin tidak melaksanakan shalat Ashar. Bahkan sebagian riwayat mengatakan, ada di antara mereka yang melaksanakan shalat Ashar setelah Isya di perkampungan Bani Quraizhah.

Namun sebagian lain melaksanakan shalat Ashar di perjalanan. Ungkapan Nabi ﷺ yang mengatakan, “Jangan sekali-kali mengerjakan shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah,” dipahami agar mereka bersegera menuju perkampungan Bani Quraizhah sehingga bisa melaksanakan shalat Ashar di tempat itu.

Ketika hal itu diketahui oleh Rasulullah ﷺ, beliau tidak mempermasalahkannya. Beliau mendiamkan dan tidak menyalahkan salah satu dari dua pendapat itu. Demikianlah, pasukan Islam bergerak menuju Bani Quraizhah hingga disusul oleh pasukan Nabi saw. Mereka berjumlah tiga ribu orang dan membawa 30 ekor kuda. Pasukan kaum Muslimin tiba di perkampungan Bani Quraizhah dan mengepung tempat itu.

Dari kejadian ini memperlihatkan bagaimana bijaksananya Nabi ﷺ dalam menyikapi perbedaan para sahabatnya saat memahami instruksi beliau. Dalam hal ini contohnya ungkapan beliau yang menyatakan agar para sahabatnya tidak shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.

Meski nash hadits itu dianggap sangat jelas bagi sebagian para sahabat, tapi tetap saja membuka peluang perbedaan pendapat. Sebagian memahami teks ungkapan beliau itu apa adanya, yakni agar mereka shalat Ashar di Bani Quraizhah. Namun sebagian lain justru memahami ‘spirit’ ucapan beliau yang menghendaki agar mereka berjalan lebih cepat supaya tiba di Bani Quraizhah sebelum waktu Ashar lewat.

Menyikapi dua perbedaan itu, Nabi ﷺ  tak menyalahkan mereka. Beliau menghormati perbedaaan itu. Hal tersebut memberikan isyarat bahwa dalam memahami teks, baik al-Qur’an maupun Hadits, peluang perbedaan pendapat itu memang terbuka.

Hal itu bisa juga terjadi dalam kehidupan kaum muslimin sampai saat ini, bahwa perbedaan dalam memahami nash bukan hal yang mustahil, termasuk dalam menyikapi perbedaan penetapan awal bulan Qomariyah, khususnya Ramadhan, Syawal -Idul Fitri –dan Dzulhijjah -Idul Qurban.

Umat Islam harus arif dan bijaksana dalam menyikapi perbedaan yang ada, jangan sampai menguras energi hanya karena berbeda. Masih banyak pekerjaan rumah umat Islam yang harus diselesaikan, guna membawa marwah umat Islam menjadi umat kuat dan berkemajuan.

Pemahaman tentang Ulil Amri

Muhammadiyah sendiri memandang Ulil Amri adalah pihak-pihak yang diberi wewenang atau otoritas dalam suatu hal. Hal ini sejalan dengan pandangan Muhammad Abduh yang mengatakan bahwa Ulil Amri adalah jamaah ahlu al-halli wa al-‘aqdi dari kaum Muslimin. Mereka adalah pemerintah (umara’) dan penguasa (hukama’), ulama, para panglima, dan semua pemimpin masyarakat.

Dengan menggunakan defenisi Muhammad Abduh, maka Ulil Amri itu mencakup mulai dari pemegang kekuasaan dengan segala perangkat dan wewenangnya yang terbatas. Ulil Amri juga mencakup para ulama, lembaga-lembaga fatwa dan semua pemimpin masyarakat dalam bidangnya masing-masing. Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah merupakan representatif dari ulil amri. Sehingga sangat wajar jika warga Muhammadiyah mengikuti ketetapan awal bulan Qomariyah berdasarkan metode hisab hakiki wujudul hilal yang selama ini dipedomani Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.

Pemerintah dan Masyarakat Bersikap Arif dan Bijaksana terhadap Perbedaan

Saat ini ada sebagian pihak yang membenturkan Muhammadiyah seolah-olah tidak taat ulil amri/ pemerintah, jika menetapkan hari raya yang kebetulan berbeda dengan apa yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan metode rukyahnya. Bahkan klaim sebagian pihak, bahwa hak penetapan hari raya adalah hak pemerintah dengan mengemukakan berbagai dalil sebagai argumentasi mereka.

Padahal Nabi ﷺ saja dalam urusan perang dan ibadah, beliau sebagai pemimpin dan sabda beliau dalam hadist di atas sangat jelas dan tegas “Janganlah sekali-kali kalian shalat Ashar, kecuali di Bani Quraizhah”, para sahabat berbeda memahaminya. Menyikapi perbedaan tersebut, Nabi SAW sangat arif dan bijaksana, serta tidak menyalahkan salah satu dari keduanya.

Oleh karena itu, ketika muncul perbedaan penetapan awal bulan Qomariyah/ hari raya sepanjang berdasarkan metode/ manhaj yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan serta ditetapkan oleh lembaga fatwa ulama kredibel semisal Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, maka sudah seyogyanya pemerintah dan masyarakat tetap arif dan bijaksana menyikapinya.

[ustaz H. Mairijani, M.Ag – Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Selatan]

[post-views]
Selaras