Teheran, mu4.co.id – Parlemen Iran sepakat menyetujui penutupan jalur pelayaran vital Selat Hormuz, sebagai respons atas serangan udara Amerika Serikat (AS) terhadap 3 lokasi nuklir Iran beberapa waktu lalu, seperti yang dilaporkan stasiun televisi pemerintah, Press TV, Ahad (22/06/2025).
Meskipun demikian, keputusan akhir masih berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran. “Untuk saat ini, kami menyimpulkan bahwa Selat Hormuz perlu ditutup. Namun, keputusan final berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi,” ujar anggota Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri parlemen Iran sekaligus komandan di Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Esmail Kosari.
Selat Hormuz sendiri merupakan jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Teluk Persia di utara dengan Teluk Oman dan Laut Arab di selatan, yang mana sekitar 20 % pasokan minyak dan gas dunia melintasi selat tersebut setiap harinya, sehingga jika selat Hormuz benar-benar ditutup akan berdampak besar terhadap pasar energi global dan memperburuk ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah. Selain itu, ancaman tersebut juga berdampak pada pasar properti, khususnya di Mesir dan sekitarnya.
Baca juga: Usai Diserang, Iran Sebut 50 Ribu Pasukan AS Dalam Jangkauan Militernya!
Anggota Komite Menteri untuk Pengembangan Perkotaan dan CEO sekaligus Direktur Pelaksana Tatweer Misr, Ahmed Shalaby menyatakan terdapat dua tren yang berlawanan sudah mulai muncul.
Di sisi positif, permintaan akan real estat meningkat melebihi ekspektasi, karena properti tetap menjadi tempat berlindung yang aman selama krisis. Di sisi negatif, biaya meningkat karena potensi kenaikan harga energi dan gangguan rantai pasokan, yang dapat menyebabkan kekurangan bahan bangunan.
Ia juga menambahkan meskipun peningkatan permintaan dan kenaikan harga mungkin tampak positif, keduanya disertai tantangan signifikan dalam pelaksanaannya.
Sementara itu, Direktur Pelaksana Winvestor Developments, Hesham Ibrahim menyampaikan dampak lain yaitu beberapa bahan impor menjadi langka, sehingga meningkatkan risiko ketergantungan, karena banyak pengembang yang menimbun bahan-bahan penting untuk mengantisipasi gangguan rantai pasokan yang lebih parah.
Ia pun menekankan perlunya menilai kembali masukan konstruksi impor dan memprioritaskan alternatif buatan lokal sebagai strategi berkelanjutan untuk mengurangi risiko dan menjaga stabilitas pasar.
(triaspolitica.net, kompas.com)