Media Utama Terpercaya

12 Juli 2025, 12:35
Search

Hari ini, 56 Tahun yang Lalu. Ketika Semangat Fastabiqul Khairat dan Jihad Fii Sabilillah Menggelora di dalam Jiwa!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Masjid Al JIhad Banjarmasin
Semangat Fastabiqul Khairat dan Jihad Fii Sabilillah dari Masjid Al Jihad Banjarmasin [Foto: mu4.co.id]

Banjarmasin, mu4.co.id – 11 Juli 56 tahun yang silam, yaitu tepatnya tahun 1969. Saat ketika pertama kali shalat Jum’at dilaksanakan di bangunan bekas rumah berdinding dan lantai kayu ulin milik seorang etnis keturunan bernama Sin Kang yang dialihfungsikan menjadi masjid.

Ya, itulah tonggak sejarah yang menandai resminya berdiri Masjid Al Jihad beralamat di Jalan Cempaka Besar No. 19, RT. 02 RW. 01, Kelurahan Kertak Baru Ulu, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin.

Khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustaz Muhammad Arsyad Japeri hari itu dihadiri Walikota Banjarmasin, Hanafiah serta Ketua Kantor Wilayah (Kanwil) Agama Kalimantan Selatan (Kalsel), H. Usman Abdullah, seakan menjadi pengobar semangat Fastabiqul Khairat dan Jihad Fii Sabilillah.

Bagaimana tidak? Bangunan dan lahan tanah itu sebelum dibeli oleh kaum muslimin, tadinya sudah ditawar dan rencananya akan dibangun tempat ibadah agama lain.

Padahal harga jual yang disodorkan saat itu tidaklah murah. Seharga Rp4.500.000 di tahun 1969. Bayangkan waktu itu, uang sebanyak itu bila dibelikan emas, bisa membawa pulang 2,5 kilogram emas!

Dan bila dikalkulasikan dengan harga emas hari ini, anggap saja seharga Rp1.500.000 per gram, maka harga jual tanah dan bangunan tersebut saat ini setara dengan Rp 3.750.000.000 (Rp3,7 Miliar).

Dan waktu pelunasan yang diberikan pun teramat singkat, hanya 3 hari! Bagaimana mungkin di zaman perekonomian masih belum menentu tersebut, mengumpulkan uang sebanyak itu dengan batas waktu yang singkat pula.

Tetapi bagi Allah tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Allah menurunkan agama Islam dan mengajarkan semangat Fastabiqul Khairat dan Jihad Fii Sabilillah.

Hari itu, Rabu, 18 Juni 1969, PCM Banjarmasin 4 yang diketuai H. Husin Rasyid dan wakilnya H.M. Syaifullah mengadakan pertemuan yang mengundang ratusan warga dan simpatisan untuk membicarakan solusi pembelian tanah dan bangunan tersebut. Dalam pertemuan tersebut Ketua H. Husin Rasyid mengajak seluruh hadirin agar terpanggil untuk ikut berperan dalam menyelesaikan pelunasan pembelian tanah tersebut.

Apakah kita ingin mendengar suara adzan yang berkumandang di lingkungan kita ini, ataukah suara lonceng tempat ibadah agama lain? Yakinlah Allah akan menolong kita, bila kita menolong agama Allah,” tuturnya yang menggetarkan hati para peserta rapat saat itu.

Seketika itu semangat Fastabiqul Khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) dan Jihad Fii Sabilillah (berjuang di jalan Allah) menggelora di dalam jiwa seluruh kaum muslimin yang hadir.

Satu persatu peserta dengan ikhlas dan sukarela menyerahkan harta benda berharga miliknya, ada yang memberikan gelang emas, kalung, anting, jam tangan, hingga ada yang menyerahkan uang modal usaha, jam dinding, mesin pompa air, sepeda ontel dan lain sebagainya.

Bahkan seorang ibu muda dengan rela menyerahkan cincin kawin satu-satunya kesayangannya. Ada pula seorang pria rela menyerahkan surat segel rumahnya, namun dengan terpaksa ditolak panitia karena jika diserahkan, pria tersebut tidak tahu akan tinggal dimana.

Sungguh, semangat ingin ikut berjuang dalam pembangunan masjid ini telah mengalahkan rasa kecintaan mereka terhadap harta duniawi. Karena mereka lebih mengharapkan balasan pahala yang abadi kelak di akhirat, daripada menyimpan harta di dunia yang fana ini. Seakan mereka menukar kenikmatan duniawi dengan perniagaan Allah yang tak akan merugi selamanya. Sehingga Alhamdulillah, seluruh uang tersebut dapat dikumpulkan sebelum jatuh tempo pelunasan.

Tak heran jika kemudian masjid ini dinamakan Al Jihad, karena sesuai dengan karakter dan jiwa yang menjadi ruh (spirit) dari semangat para pendahulu pendiri Masjid ini sebagai pejuang agama Allah.

Masjid Al Jihad Banjarmasin sebelum direnovasi di era tahun 1990-an [Foto: mu4.co.id]

Baca juga: 55 Tahun Berdiri, Ini Dia Sejarah Masjid Al Jihad Banjarmasin, Sempat Akan Dibangun Tempat Ibadah Lain!

Teringat kisah di zaman Rasulullah, ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajak para sahabat untuk mengumpulkan harta benda untuk kepentingan umat Islam yang sedang berjuang.

Kemudian datanglah Umar bin Khattab radhiyallahu anhu membawa setengah dari seluruh harta. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya: ‘Wahai Umar, apa yang kau sisakan untuk keluargamu?’. Umar menjawab: ‘Semisal dengan ini’. Lalu Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu bertanya: ‘Wahai Abu Bakar, apa yang kau sisakan untuk keluargamu?’. Abu Bakar menjawab: ‘Ku tinggalkan bagi mereka, Allah dan Rasul-Nya’.” (HR Abu Dawud no. 1678, at-Tirmidzi no. 3675, ad-Darimi no. 1701 dan al-Hakim no. 1510).

Sungguh bila keyakinan telah terpatri, maka tanpa ragu sedikit pun, Abu Bakar Ash Siddiq menyerahkan seluruh hartanya di jalan Allah.

Demikian pula dengan kisah seorang sahabat Rasulullah bernama Abu Thalhah al-Anshari, sebagaimana diriwayatkan Anas bin Malik, bahwa Abu Thalhah adalah seorang Anshar yang memiliki harta paling banyak di Madinah. Adapun harta yang paling dicintainya adalah Bairuha’ (sebidang kebun kurma) yang letaknya berhadapan dengan Masjid Nabawi. Nabi Shalallahu alaihi wasallam sering memasuki kebun itu dan meminum airnya yang segar lagi tawar.

Suatu ketika turun ayat Al Qur’an surah Ali Imran ayat 92,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya (Q.S. Ali Imran: 92).

Tak lama setelah ayat 92 dari surah Ali Imran itu turun, Abu Thalhah berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki kebun yang sangat saya cintai, yaitu kebun Bairuha’ yang terletak di dekat masjid. Maka saya serahkan kebun tersebut di jalan Allah sebagai sedekah. Oleh karena itu, gunakanlah Bairuha’ sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah kepada Baginda.

Nabi Shalallahu alaihi wasallam memuji tindakan Abu Thalhah tersebut. Sahabat Nabi yang dermawan itu menunjukkan teladan yang luar biasa dalam keikhlasan, bahkan sekalipun jika harus melepaskan sesuatu yang paling berharga bagi dirinya.

Baca juga: Tasyakur Milad 55 tahun Masjid Al Jihad Banjarmasin, Ustaz Adi Hidayat Tausyiah  Sampaikan Amalan Menjadi Pribadi yang Terbaik!

Dalam kisah lain diriwayatkan saat kekeringan melanda kota Madinah, hanya ada satu sumur yang mengeluarkan air yakni Sumur Raumah milik seorang Yahudi.

Yahudi tersebut lalu mengambil kesempatan dengan menjual air sumurnya kepada umat Islam dengan harga yang cukup tinggi sehingga meraup keuntungan besar. Tentu saja umat Islam menjadi resah dengan persoalan ini.

Kabar ini akhirnya sampai kepada Rasulullah. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam lantas menyeru kepada para sahabatnya untuk menyelesaikan persoalan air dan sumur tersebut. Beliau menjanjikan siapapun yang membeli sumur miliki Yahudi itu dan mewakafkannya untuk umat Islam, maka kelak ia akan mendapatkan minuman di surga, sebanyak air dalam sumur tersebut.

Mendengar apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam tersebut, Utsman bin Affan langsung mendatangi Yahudi pemilik sumur tersebut. Semula sumur itu tidak mau dijual oleh si Yahudi. Namun dengan kecerdasannya dalam bernegosiasi, Utsman pun menawarkan membeli hanya setengah dari sumur tersebut seharga 12.000 dirham. Jumlah uang yang tidak sedikit di kala itu.

Sehingga sumur itu hari ini milik si Yahudi, lalu besok milik Ustman bin Affan, demikian seterusnya bergantian. Alhasil ketika sumur tersebut jadi giliran milik Ustman, ia menggratiskan air sumur itu kepada seluruh kaum muslimin, tentu saja keesokannya harinya tidak ada lagi yang membeli air di sumur milik Yahudi. Karena kaum muslimin telah memiliki persediaan air yang cukup untuk besok. Baru lusa mereka mengambil air gratis lagi dari sumur milik Ustman.  Sampai akhirnya Yahudi tersebut tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain terpaksa menjual seluruh sumurnya kepada Ustman.

Dan Ustman kemudian mewakafkan sumur itu untuk digunakan oleh siapa pun yang memerlukan, bahkan oleh orang Yahudi pemilik lamanya. Hingga kini sumur Ustman bin Affan tersebut masih digunakan untuk mengairi kebun kurma yang luas yang dikelola oleh pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Dan hasil penjualan kurma tersebut disumbangkan untuk kebutuhan anak yatim dan fakir miskin. Menjadi amal jariyah yang terus mengalir selama ribuan tahun. 

Kisah teladan tentang kedermawanan dan keihklasan dalam berjuang di jalan Allah ini, semoga menginspirasi kita semua. Sehingga semakin banyak lahir pejuang-pejuang agama Allah yang rela dan ihklas berkorban.

Hari ini, 56 tahun yang lalu. Semoga semangat Fastabiqul Khairat dan Jihad Fii Sabilillah tetap menggelora di dalam jiwa generasi-generasi penerus agama Allah.

Masjid Al Jihad Banjarmasin
Masjid Al Jihad Banjarmasin sekarang ini [Foto: mu4.co.id]
[post-views]
Selaras