Jakarta, mu4.co.id – Diponegoro Hero, sebuah film yang bertema kepahlawanan menjadi salah satu karya sinema berbasis kecerdasan buatan (AI) pertama di Indonesia yang akan diikutsertakan dalam kompetisi Festival Film Internasional Dubai 2026.
Produser film, King Bagus, menjelaskan bahwa film berdurasi 35 menit itu diproduksi dalam waktu satu bulan dengan biaya sekitar Rp40 juta, yang seluruh proses produksi dilakukan menggunakan teknologi AI, mulai dari penulisan naskah, visualisasi karakter, hingga sinematografi.
“Sekitar 70 persen kami pakai Veo 3 AI, sisanya pakai Flow AI dan beberapa tools dari Google. Semuanya dikerjakan cepat, hanya satu bulan, dengan biaya tak sampai Rp40 juta,” ujarnya, Jumat (07/11/2025).
Secara konvensional, King menyebut, film kolosal bertema perang seperti Diponegoro Hero itu biasanya membutuhkan waktu hingga tiga tahun dengan anggaran mencapai Rp30 miliar. “AI membuat proses ini jauh lebih efisien. Hasilnya tetap maksimal walau modalnya kecil,” katanya.
Baca juga: Film Jembatan Shiratal Mustaqim Terancam Setop Tayang, Kenapa?
Film Diponegoro Hero sendiri telah tayang perdana pada 14 Agustus 2025. Film tersebut mengisahkan perjuangan Pangeran Diponegoro melawan kolonial Belanda pada awal abad ke-19. King menyebut bahwa teknologi AI memungkinkan timnya memvisualisasikan kembali babad perjuangan dengan gaya yang lebih segar dan relevan bagi generasi muda.
“Kami ingin menunjukkan bahwa Diponegoro bukan hanya pahlawan lokal, tapi simbol kebangkitan Nusantara. Dengan visual yang modern, anak muda bisa belajar sejarah tanpa merasa bosan,” jelasnya.
Sebelumnya, pihaknya mengaku telah berkoordinasi dengan Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Padi) untuk memastikan keaslian cerita. Ketua Umum Patra Padi, Rahadi Saptata Abra, mengatakan pihaknya memberikan panduan sumber sejarah dan catatan primer agar film tetap akurat.
“Kami arahkan agar sumbernya dari data primer, seperti catatan Babad Diponegoro, Babad Ngayogyakarta, hingga arsip Belanda,” ujarnya.
Dirinya menilai film ini memiliki nilai edukatif bagi generasi muda. Ia pun berharap karya tersebut dapat menjadi inspirasi bagi sineas muda Indonesia untuk berani bereksperimen dengan teknologi AI.
“Anak-anak sekarang lebih suka belajar lewat gambar daripada membaca. Film seperti ini bisa jadi cara baru mengenalkan sejarah tanpa kehilangan nilai moral. Kami terbuka kalau film ini mau diputar di sekolah atau museum. Tujuannya sederhana: memantik rasa ingin tahu generasi muda tentang sejarah bangsanya,” sambungnya.
(kumparan.com)












