Jakarta, mu4.co.id – Penutupan pabrik elektronik di Indonesia masih berlanjut. Setelah PT Sanken Indonesia mengumumkan akan menghentikan produksi pada Juni 2025, kini dua pabrik Yamaha juga akan tutup, mengancam pemberhentian 1.100 pekerja.
Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Riden Hatam Aziz, menyebut pabrik yang terdampak adalah PT Yamaha Music Product Asia di Bekasi dan PT Yamaha Indonesia di Pulogadung, Jakarta.
“PT Yamaha Music Product Asia yang berlokasi di kawasan industri MM2100, Bekasi akan tutup pada akhir Maret 2025. Pabrik ini mempekerjakan sekitar 400 orang. Sementara PT Yamaha Indonesia di Pulo Gadung, Jakarta, yang memiliki 700 karyawan akan berhenti beroperasi pada akhir Desember 2025,” ucap Riden, dikutip dari CNBC, Kamis (27/2).
Dua pabrik tersebut, yang fokus pada produksi piano dan terhubung dengan Yamaha Corporation, akan ditutup akibat menurunnya permintaan pasar. Maka, produksi akan dialihkan ke pabrik Yamaha di China dan Jepang.
Baca Juga: Ratusan Pekerja Sanken Kena PHK Massal, Minta Kompensasi Seginiā¦
Sementara itu, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menanggapi maraknya penutupan pabrik elektronik dan PHK.
Ia menegaskan bahwa secara keseluruhan, industri manufaktur masih menunjukkan pertumbuhan positif, terlihat dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Purchasing Manufacture Index (PMI) yang tetap ekspansif di atas 50 poin.
“Ini yang sedang kami pelajari walaupun perusahaan-perusahaan yang tutup itu menurut pandangan kami sama, jadi realisasi investasi baru cukup besar, gapnya menunjukkan manufaktur tumbuh di atas 4 persen, tapi bukan berarti dia mewakili industri sepenuhnya, tapi kasus seperti itu (PHK) harus kita pelajari,” ujarnya.
Ia menyebut penutupan pabrik perlu dianalisis secara menyeluruh dari hulu ke hilir agar akar permasalahannya dapat dipahami secara komprehensif. Jika hanya berfokus pada dampak di hilir, penyelesaiannya akan lebih sulit dilakukan sejak awal.
Agus juga menyatakan bahwa sektor elektronik merupakan salah satu prioritas pemerintah. Namun, ia juga mengakui bahwa masuknya produk impor semakin melemahkan daya saing industri lokal.
(CNBC)