Media Berkemajuan

22 April 2025, 20:57
Search

Dianggap Hambatan, AS Sebut Sertifikasi Halal Jadi Salah Satu Alasan Tarif Kepada Indonesia

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Sertifikasi halal
AS SertifikasiAnggap Sertifikasi Halal Jadi Salah Satu Alasan Tarif Kepada Indonesia [Foto: ihatec]

Jakarta, mu4.co.id – Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dianggap Pemerintah Amerika Serikat (AS) menjadi hambatan teknis perdagangan bagi mereka. Hal itu disebutkan Dalam Laporan Perkiraan Perdagangan Nasional 2025 tentang Hambatan Perdagangan Luar Negeri AS.

Hal itupun disebut menjadi salah satu alasan pemerintah AS di bawah Donald John Trump untuk mengenakan tarif resiprokal kepada Indonesia.

“Karena Indonesia terus mengembangkan peraturan untuk menerapkan undang-undang ini, para pemangku kepentingan AS khawatir bahwa Indonesia menyelesaikan banyak peraturan tersebut sebelum memberitahukan rancangan tindakan tersebut kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan mempertimbangkan komentar pemangku kepentingan, sebagaimana disyaratkan dalam Perjanjian WTO tentang Hambatan Teknis Perdagangan dan sebagaimana direkomendasikan oleh Komite WTO tentang Hambatan Teknis Perdagangan (Komite TBT WTO),” isi dokumen tersebut, dilansir dari Republika, Ahad (20/04/2025).

Baca juga: BPJH Dorong Sertifikasi Halal ke Pelaku Usaha Warteg, Tambah Daya Tarik Usaha!

Untuk diketahui, dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal, sertifikasi halal wajib untuk makanan, minuman, farmasi, kosmetik, alat kesehatan, produk biologi, produk rekayasa genetika, barang konsumsi, dan produk kimia yang dijual di Indonesia. Semua proses bisnis, termasuk produksi, penyimpanan, pengemasan, distribusi, dan pemasaran, tercakup dalam undang-undang ini.

Dan memang, selama lima tahun terakhir, Indonesia telah menunjukkan pola pemberitahuan langkah-langkah penerapan hukum halal kepada WTO hanya setelah langkah-langkah tersebut mulai berlaku. Hal itu termasuk beberapa langkah penerapan utama yang dirinci di bawah ini.

“Keputusan Menteri Agama (MORA) No. 748/2021 menguraikan berbagai macam produk yang memerlukan sertifikasi halal. Peraturan ini diubah dengan Keputusan MORA No. 944/2024 untuk kategori makanan dan minuman. Jenis produk lainnya, seperti obat-obatan, kosmetik, produk rekayasa genetika, produk kimia, produk biologi, dan barang konsumsi masih mengacu pada Keputusan MORA No. 748/2021. Keputusan MORA No. 1360/2021, juga dikenal sebagai “daftar positif” halal, menetapkan daftar makanan, bahan, aditif, dan bahan lain yang tidak diwajibkan untuk memperoleh sertifikasi halal,” lanjut isi dokumen keberatan AS.

AS menganggap hal itu adalah dokumen yang hidup, artinya dapat diubah tanpa memerlukan penerbitan keputusan baru.

“Amerika Serikat khawatir bahwa peraturan akreditasi tersebut menciptakan permintaan dokumen yang berlebihan, persyaratan yang semakin memberatkan bagi auditor untuk memenuhi syarat, dan kebijakan rasio cakupan-auditor yang sewenang-wenang, yang semuanya meningkatkan biaya dan menunda prosedur akreditasi secara tidak perlu bagi BPH AS yang ingin mendapatkan akreditasi untuk menerbitkan sertifikat halal bagi ekspor AS ke Indonesia,” lanjut isi dokumen itu.

“Amerika Serikat terus menyuarakan kekhawatirannya terhadap peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 di Komite TBT WTO dan Komite Perdagangan Barang WTO,” sambungnya.

[post-views]
Selaras