Jakarta, mu4.co.id – Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengadukan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menjabat sebagai pengawas pelaksana haji tahun 2024, kepada KPK, Jumat (12/09/2025).
Dirinya menyebut Menteri Agama dan Staf Khusus tidak boleh menjadi pengawas. “Apalagi Menteri itu sudah jadi amirul hajj, sudah dibiayai negara untuk akomodasi dan uang harian,” kata Boyamin.
Diketahui, total ada 15 orang, termasuk Yaqut, yang jadi pengawas haji, mereka disebut dibayar Rp7 juta per hari untuk melakukan pekerjaan yang seharusnya bukan ranahnya.
Menanggapi aduan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut akan menindaklanjutinya. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut setelah diverifikasi, selanjutnya adalah penelaahan dan analisis. Meski begitu laporan tersebut katanya tidak akan dipublikasi tindak lanjutnya.
“Kami pastikan setiap laporan pengaduan yang diterima KPK selanjutnya akan dilakukan verifikasi atas validitas informasi dan keterangan yang disampaikan pelapor,” katanya, Jumat (12/09/2025).
Baca juga: Dalami Kasus Korupsi Kuota Haji, KPK Sebut Pejabat Kemenag Tiap Tingkat Dapat Jatah!
Sementara itu, Yaqut melalui Juru Bicaranya, Anna Hasbie mengatakan tudingan Boyamin yang menyebut Menteri Agama dan staf khusus tidak boleh menjadi pengawas haji adalah keliru. Boyamin dinilai tidak memahami regulasi.
Anna menyebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh, Menteri Agama secara resmi ditetapkan sebagai Amirul Hajj, yang tugasnya memimpin misi haji Indonesia serta memastikan kelancaran pelaksanaannya, dibantu oleh satu tim yang setiap tahun dibentuk dengan komposisi 6 orang unsur pemerintah dan 6 orang unsur organisasi masyarakat (Ormas) Islam.
“Keberadaan Tim Amirul Hajj bukanlah temuan baru. Tim ini selalu ada setiap musim haji, bahkan jauh sebelum periode Gus Yaqut. Dengan demikian, tim ini adalah mandat resmi dan bukan rekayasa pribadi untuk mendapatkan keuntungan,” kata Anna melalui siaran persnya.
Lebih lanjut, mengenai uang harian Rp7 juta setiap orang, Anna menjelaskan bahwa kehormatan dan biaya perjalanan Amirul Hajj beserta waktu yang diatur secara resmi dalam PMA no 24 tahun 2017. Pelaksanaannya dilakukan dengan dasar hukum yang jelas, dapat diaudit, serta sama sekali tidak melanggar aturan.
“Menyebut hal ini sebagai “dugaan korupsi” adalah tuduhan yang prematur, mengada-ada, dan menyesatkan publik. Oleh karena itu, pernyataan Boyamin Saiman sesungguhnya lahir dari kesalahpahaman terhadap regulasi dan praktik penyelenggaraan haji. Mengaitkan tugas Amirul Hajj dengan dugaan korupsi adalah logika keliru yang memungkinkan masyarakat berharap,” pungkasnya.
(cnnindonesia.com)












