Edisi Khusus H-12 Idul Adha 1446 H
Banjarmasin, mu4.co.id – Di tengah praktik ibadah kurban yang dilaksanakan setiap tahun pada hari raya Idul Adha, muncul gagasan pelaksanaan arisan kurban, yaitu mengumpulkan iuran untuk membeli hewan kurban pada Hari Raya Iduladha.
Sebagai contoh, setiap pegawai mengumpulkan iuran sebesar Rp1.000 setiap bulan, jika dana yang terkumpul hanya cukup membeli 3 ekor kambing, maka melalui musyawarah ditetapkan tiga orang yang akan menunaikan kurban atas nama masing-masing, bukan secara kolektif. Pertanyaannya, apakah praktik arisan kurban seperti ini diperbolehkan dalam ajaran Islam?
Dilansir dari muhammadiyah.or.id, Ahad (25/05/2025) dikatakan bahwa sebelum menyelami aspek hukum, niat mulia di balik arisan kurban tersebut perlu diapresiasi. Mengumpulkan dana secara kolektif melalui iuran kecil merupakan bentuk infak yang sangat dianjurkan dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 261:
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai terdapat seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.”
Ayat ini menegaskan bahwa infak, sekecil apa pun, memiliki nilai besar di sisi Allah, dan arisan kurban dalam hal ini, mencerminkan semangat gotong royong dan kebersamaan, yang merupakan nilai luhur dalam tradisi masyarakat Indonesia sekaligus selaras dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Baca juga: Apakah Shahibul Kurban Harus Menyembelih Hewan Kurbannya Sendiri?
Adapun secara fikih, arisan kurban dapat dipandang sebagai bentuk akad muamalah yang melibatkan tabungan kolektif dan kesepakatan pinjam-meminjam dengan prinsip saling merelakan. Dalam Islam, muamalah bersifat fleksibel selama tidak melanggar prinsip syariat, seperti larangan riba, gharar (ketidakpastian), atau unsur haram lainnya.
Artinya, dalam kasus ini iuran bulanan yang terkumpul menjadi tabungan bersama, dan ketika digunakan untuk membeli hewan kurban, dana tersebut dianggap sebagai milik sah bagi penerima yang ditunjuk melalui musyawarah, karena kepemilikan hewan oleh individu yang ditunjuk telah memenuhi syarat syariat.
Syarat utama kurban adalah hewan tersebut dimiliki secara sah oleh shahibul kurban (orang yang berkurban) dan disembelih dengan niat ibadah. Dalam hal ini, musyawarah untuk menentukan penerima kurban memastikan bahwa kurban dilakukan atas nama individu tertentu, bukan kolektif, sehingga sesuai dengan ketentuan fikih bahwa kurban kambing hanya berlaku untuk satu orang.
Meskipun demikian, ada aspek penting yang perlu diperhatikan, yaitu prinsip taklif dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 286:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Ayat ini menegaskan bahwa ibadah, termasuk kurban, hanya diwajibkan bagi mereka yang mampu secara finansial. Dalam konteks arisan kurban, jika seseorang belum mampu secara pribadi untuk berkurban, ia tidak diharuskan meminjam atau mengandalkan dana kolektif untuk melaksanakan ibadah ini. Dengan kata lain, meskipun arisan kurban diperbolehkan, keharusan untuk berkurban tetap bergantung pada kemampuan individu.