Media Berkemajuan

27 Juli 2024, 07:36

Berikut Tata Cara Pelaksanaan Haji Tamattu’ Menurut Tuntunan Tarjih

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Berikut Tata Cara Pelaksanaan Haji Tamattu' Menurut Tuntunan Tarjih. [Foto: infokeren.id]

TATA CARA PELAKSANAAN HAJI TAMATTU’

(MENUJU PELAKSANAAN HAJI)

Banjarmasin, mu4.co.id – Jika berada di tanggal 8 Dzulhijjah, maka para jama’ah bersiap-siap untuk melaksanakan rangkaian haji.

1. Ihram untuk Haji

Persiapan ibadah haji dilakukan dipondokan/hotel di Mekkah.

Adapun persiapan haji adalah :

  • Mandi
  • Memakai minyak wangi (harum-haruman) pada badan
  • Mengenakan pakaian ihram (Laki-laki : 2 helai kain, Perempuan : pakaian yang menutup aurat kecuali muka dan telapak tangan)
  • Meniatkan dan mengucapkan ihram haji (di miqat/Hotel/pondokan) dengan membaca:

لَبَّيك حجًّا

 “Labbaika Hajjan”

Aku penuhi panggilan-Mu dengan iklas melaksanakan ibadah haji.

Mengingat akhir-akhir ini jumlah jamaah haji sangat besar dan waktu berwukuf di Arafah sangat terbatas dan guna menghindari keterlambatan berwukuf di Arafah, Panitia Haji Indonesia umumnya membawa para jamaah dari Mekah langsung ke Arafah.

2. Mabit di Mina

Berangkat menuju Mina, afdholnya sebelum tergelincir matahari lalu shalat dzuhur, ashar dan shalat lainnya (diqashar tetapi tidak jamak/tepat waktu)  dan mabit di sana sampai subuh. Setelah matahari terbit (di hari ke 9 Dzulhijjah) maka berangkat dari Mina menuju Arafah.

Para jamaah yang tidak dapat melakukan tarwiyah, sebagaimana kebanyakan kondisi jamaah haji Indonesia lantaran berbagai kesulitan, biasanya pada tanggal 8 Zulhijjah langsung dari Mekah menuju ke Arafah. Dalam perjalanan hingga tiba di Arafah, dituntunkan untuk membaca talbiyah atau bertakbir.

3. Wukuf di Padang Arofah

Mabit di Mina pada tanggal 9 Dzulhijjah. Seluruh padang Arafah adalah tempat wukuf. para jamaah haji di Arafah mulainya melaksanakan wukuf dengan mendengarkan khutbah yang disampaikan oleh imam yang telah ditentukan, kemudian melakukan salat Zuhur dan Asar dengan jamak takdim dan qasar dengan satu azan dan dua iqamat, membaca tahmid, tahlil, takbir, berdoa, bertaubat dan berzikir kepada Allah SWT dan membaca kitab suci Al-Quran. Setelah prosesi wukuf selesai, para jamaah tetap dianjurkan memperbanyak dzikir dan berdoa dengan menghadap ke kiblat hingga terbenam matahari.

4. Mabit di Mudzdalifah

Pada tanggal 10 Dzulhijjah (memasuki waktu magrib) setelah matahari hari Arafah terbenam, jamaah haji segera meninggalkan Arafah menuju ke Muzdalifah untuk melakukan mabit di tempat tersebut. Salat Magrib dan Isya dilakukan di Muzdalifah secara qasar dan jamak takhir. Hal ini sesuai hadist riwayat Muslim yang berbunyi:

Selama di Muzdalifah, Jamaah haji dianjurkan memperbanyak dzikir dan berdoa dengan menghadap kiblat. Di Muzdalifah, jamaah haji juga mencari kerikil untuk keperluan melempar jumrah aqobah, adapun untuk batu yang akan digunakan melempar pada hari-hari tasyrik (11, 12 dan 13 Dzulhijjah) maka bisa diambil dari Mina saat mabit.

Setelah salat Subuh dan sesudah matahari terbit, Jamaah haji meninggalkan Muzdalifah untuk menuju Mina dan selama dalam perjalanan disunatkan membaca talbiyah. Bagi jamaah haji yang lemah boleh meneruskan perjalanannya ke Mina sebelum fajar (yang penting berada di Muzdalifah melewati tengah malam) dan bagi jamaah haji yang kuat tetap Mabit (bermalam) di Muzdalifah.” Setelah shalat subuh di Muzdalifah berangkat ke Mina.

5. Melempar Jumroh Aqobah

Setelah sampai di Mina dari Muzdalifah pada tanggal 10 Dzulhijjah, yang pertama sekali dilakukan adalah melontar jumrah Aqabah dengan 7 kali lemparan, masing-masing lemparan mempergunakan satu buah batu kerikil sambil bertakbir tiap lemparan, sesuai dengan HR. Muslim:

6. Menyembelih Hewan (Hadyu) dan Tahallul Awal

Setelah selesai melempar Jumrah Aqabah, kemudian melakukan tahallul awal (yaitu mencukur/menggundul atau memotong rambut), menyembelih hewan sebagai dan bagi yang melaksanakan haji Qiran dan Tamattu’ hal tersebut berdasar pada hadist riwayat Muslim.

Setelah melakukan tahallul awal, jamaah haji sudah terbebas dari semua larangan ihram kecuali menggauli istri.

Sesudah melempar jumrah aqobah, memotong hewan dan bertahallul, kemudian pergi ke Mekah untuk melakukan thawaf ifadah. Thawaf ifadah juga dapat dilakukan setelah menyelesaikan rangkaian nafar awal (bermalam di Mina sampai 12 Dzulhijjah) atau nafar tsani (bermalam di Mina sampai tanggal 13 Dzulhijjah). Selesai tawaf ifadah, pada tanggal 10 Dzulhijjah itu, kembali lagi ke Mina untuk mabit pada malam-malam hari Tasyri’ tanggal 11, 12 (nafar awal) dan 13 Dzulhijjah (nafar tsani) dan melempar ketiga jumrah yaitu dari Jumrah Ula, kemudian Jumrah Wusta dan terakhir Jumrah Aqabah.

Setelah selesai dari tahallul awal, maka semua para jamaah haji boleh melepas pakaian ihramnya, berganti dengan pakaian biasa.

7. Mabit di Mina dalam beberapa hari

Jama’ah haji mabit (menginap) di Mina, di siang hari setelah matahari tergelincir/boleh di waktu pagi (dhuha) melakukan lempar jumroh. Melempar jumroh Ula, Wustho, dan Aqobah secara berurutan masing-masing 7x lemparan sambil bertakbir tiap lemparan. Berdoa setelah melempar jumrah Ula dan Wustho, tidak ada doa setelah melempar jumroh Aqobah.

Setelah prosesi Mabit di Mina, jamah haji diperkenankan mengakhiri hajinya pada tanggal 12 Dzulhijah dan kembali ke Mekah yang disebut dengan Nafar Awal. Bagi yang akan menyelesaikan hajinya sampai tanggal 13 Dzulhijah, harus tetap tinggal di Mina untuk melakukan lempar jumrah lagi, seperti pada tanggal 11 dan 12, hal tersebut dinamakan nafar tsani.

“Dari Āisyah (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw tawaf ifadah pada akhir hari setelah zuhur kemudian kembali ke Mina, beliau tinggal di situ pada malam-malam hari tasyrik, beliau melempari jumrah bila tergelincir matahari, tiap jumrah dengan tujuh kerikil, bertakbir pada tiap lemparan, dan beliau berhenti lama di Jumrah Ula dan Jumrah Ṣ āniyah (Wusta) sambil berdoa dan melempar jumrah ketiga (Aqabah) tanpa berhenti untuk berdoa.” (HR Ahmad dan Abu Daud).

8. Thawaf Ifadhah

Setelah tahallul awal (setelah melempar jumrah aqobah) boleh terus berangkat menuju Makkah untuk melakukan Thawaf Ifadhah dan boleh menunda pelaksanaan Thawaf Ifadah sesudah kembali dari Nafar Awwal dan atau Nafar Tsani.

Pelaksanaan thawaf ifadhah sama dengan pelaksanaan rangkaian ketika umrah, yaitu thawaf mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali putaran, melakukan shalat 2 rakaat di belakang maqom Ibrahim, melakukan sa’i antara shofa – marwah, melakukan tahaullul tsani (kedua).

وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ فِىٓ أَيَّامٍ مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن تَعَجَّلَ فِى يَوْمَيْنِ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَن تَأَخَّرَ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ لِمَنِ ٱتَّقَىٰ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Artinya: “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.”

9. Thawaf Wada

Dengan selesainya thawaf ifadhah sebagaimana di atas, maka selesailah rangkaian ibadah haji. Jamaah tinggal menunggu jadwal kepulangan dan melakukan thawaf wada’ (perpisahan) sebelum pulang (kecuali yang berhalangan atau udzur syar’i). Hadits riwayat Muslim (2350), Abu Dawud (1711) dan Ibnu Majah (3061)

“Adalah orang-orang berangkat pulang (menuju) ke jurusan masing-masing maka sabda Rasulullah s.a.w : jangan seorang berangkat (pulang) sehingga mengakhiri ibadahnya di Baitullah (thawaf Wada).”

“Orang-orang diperintah (Rasulullah) agar mengakhiri ibadahnya di Baitullah (thawaf Wada) hanya saja dikecualikan wanita yang berhaid.”

[post-views]
Selaras