Jakarta, mu4.co.id – Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, mengkritik rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
Meski didasarkan pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), kebijakan ini mendapat kontroversi dari berbagai pihak termasuk masyarakat dan dunia usaha.
Anwar mempertanyakan kesesuaian kebijakan dengan amanat konstitusi dan relevansinya dengan kondisi sosial ekonomi saat ini.
“Apakah kenaikan PPN 12 persen ini sesuai dengan konstitusi yang mengamanatkan kesejahteraan rakyat? Apakah saat ini waktunya tepat?” ucap Buya Abbas dilansir dari inilah.com, Jum’at (27/12).
Baca Juga: Naik Kereta Api dan Bus Apakah Dikenakan PPN 12%?
Pemerintah tetap melanjutkan kenaikan PPN sebagai pelaksanaan UU HPP dan untuk membiayai program pembangunan dengan mengecualikan barang kebutuhan pokok, obat, dan layanan pendidikan.
Namun, Anwar Abbas menilai langkah ini belum cukup, karena kenaikan PPN dapat memicu inflasi, menurunkan daya beli masyarakat, serta berdampak negatif pada kesejahteraan rakyat dan keuntungan dunia usaha.
“Konstitusi mengamanatkan bahwa semua kebijakan harus diarahkan untuk kemakmuran rakyat, bukan sebaliknya,” tegas Buya Abbas.
Dampak Kenaikan PPN
Pemerintah menyiapkan paket stimulus untuk 6 sektor, yaitu rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti. Namun, masyarakat tetap khawatir bahwa kenaikan PPN akan membebani ekonomi di tengah menurunnya daya beli.
Beberapa barang dan jasa premium seperti daging wagyu, layanan pendidikan dengan biaya tinggi dan layanan kesehatan VIP, serta listrik rumah tangga dengan daya tinggi (3500-6600 VA), akan dikenakan tarif PPN 12%.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi ini juga mengingatkan pemerintah untuk lebih bijak dalam membuat kebijakan yang berdampak luas.
Baca Juga: Ketum Muhammadiyah Minta Kaji Ulang Kenaikan PPN 12%: Hambat Semangat Kemajuan Masyarakat
“Menaikkan PPN di tengah kondisi ekonomi yang lesu hanya akan menambah beban masyarakat. Pemerintah perlu menunda kebijakan ini hingga kondisi ekonomi dan dunia usaha benar-benar mendukung,” saran Buya Abbas.
Masyarakat dan para ahli menyarankan agar pemerintah lebih memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum menerapkan kebijakan ini.
“Presiden Prabowo telah berkomitmen pada kebijakan yang pro-rakyat. Namun, kenaikan PPN ini justru bertentangan dengan semangat tersebut,” ucapnya.
(inilah.com)