Media Utama Terpercaya

17 Juni 2025, 16:53
Search

Aksi Protes Tambang, Kali Ini Dari Mahasiswa di Depan Gerbang ULM!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Aksi mahasiswa
Aksi Protes Tambang Mahasiswa di Depan Gerbang ULM [Foto: Radar Banjarmasin]

Banjarmasin, mu4.co.id – Sekelompok pemuda dari Komunitas Aksi Kamisan Kalimantan Selatan (Kalsel) bersama Ikatan Mahasiswa Papua (IMAPA) berkumpul di depan gerbang Universitas Lambung Mangkurat (ULM) di Banjarmasin Utara, Kamis (12/06/2025) sore.

Aksi tersebut bertema “Dari Meratus ke Raja Ampat: Stop Deforestasi dan Tambang Ugal-Ugalan” dengan spanduk besar bertuliskan, “SaveMeratus #EndCoal”.

Salah seorang dalam aksi tersebut, Farida Anselmamogan (26) yang memegang pengeras suara, berbicara dengan suara bergetar. Ia menyampaikan bahwa selama 5 tahun sudah meninggalkan kampung halamannya di Distrik Jair, Boven Digoel, Papua Selatan, untuk menuntut ilmu di Banjarmasin. Ia juga menyebut bahwa hutan-hutan sagu yang dulu menjadi sumber kehidupan masyarakat di kampungnya hilang, digantikan kebun sawit.

“Saya pergi jauh dari Papua dengan biaya sendiri, demi pendidikan. Tapi ketika pulang, apa yang tersisa?” tanyanya dengan suara terisak.

“Kami kehilangan sumber pangan. Mau makan saja harus bikin proposal. Mau sekolah juga bikin proposal. Ini bukan hidup yang layak bagi kami masyarakat adat. Kami kehilangan kedaulatan di tanah sendiri. “Kalau Raja Ampat saja tidak bisa kalian jaga, apalagi tempat lain,” sambungnya.

Baca juga: Puluhan Masa Walhi Kalselteng Berkumpul di Atas Jembatan Barito Protes Kerusakan Lingkungan

Lebih lanjut, alumni Universitas Sari Mulia itu juga mengaku terhubung dengan masyarakat Meratus setelah melakukan perjalanan tugas kuliah. “Saya melihat langsung bagaimana deforestasi menghancurkan kehidupan masyarakat adat di sini,” ujarnya.

“Indonesia ini kaya, tapi mengapa harus seperti ini? Papua dan Kalimantan sudah memberikan segalanya, tapi kenapa kami masih dibuat menderita?,” tutupnya.

Sementara itu, demonstran lainnya, Theo Girsang, menyebut aksi ini sebagai bentuk solidaritas antar daerah yang berbagi nasib serupa. “Hutan Meratus dan Papua sama-sama dikorbankan atas nama ekonomi dan pembangunan. Alam kita habis dikeruk, hanya untuk mengenyangkan perut para penguasa dan oligarki,” ujar Theo.

Ia menyebutkan berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel bahwa Kalimantan Selatan telah kehilangan 16.067 hektar hutan sepanjang 2023, juga sebanyak 399 ribu hektar lahan di provinsi ini telah dibebani izin tambang, termasuk kawasan karst yang menjadi sumber air bagi masyarakat. Ia juga mengkritisi rencana penetapan 119.000 hektar hutan Meratus menjadi Taman Nasional, yang menurutnya berpotensi mengusir masyarakat adat.

Aksi itu pun lebih dari sekedar protes, melainkan refleksi akan wajah pembangunan yang mengorbankan masyarakat adat demi keuntungan oligarki.
(Radar Banjarmasin)

[post-views]
Selaras