Jakarta, mu4.co.id – Anggota parlemen Uganda telah mengesahkan Undang-undang anti LGBTQ+ yang kontroversial.
Sebanyak 389 legislator hanya dua yang menolak dalam pemberian suara RUU anti-homoseksualitas garis keras pada Selasa malam (21/03/2023).
Sesuai dengan Undang-undang tersebut, pelaku kejahatan terkait homoseksual dapat didakwa 20 tahun penjara bahkan hukuman mati.
RUU ini memperkenalkan hukuman mati dan penjara seumur hidup untuk seks gay dan perekrutan, promosi serta pendanaan dari kegiatan sesama jenis.
“Seseorang yang melakukan pelanggaran homoseksualitas yang parah dan bertanggung jawab, dengan keyakinan untuk menderita kematian,” bunyi RUU yang diajukan oleh Robina Rwakoojo, ketua urusan hukum dan parlementer seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (5/4/2023).
RUU Anti Homoseksualitas 2023 pertama kali diusulkan oleh anggota parlemen oposisi Uganda, Asuman Basalirwa.
Tujuan dari RUU tersebut untuk melindungi budaya, nilai-nilai hukum, agama dan keluarga Uganda dari tindakan yang cenderung mempromosikan seks bebas.
“Tujuan dari RUU ini adalah untuk menetapkan undang-undang yang komprehensif untuk melindungi nilai-nilai tradisional, budaya kita yang beragam, kepercayaan kita, dengan melarang segala bentuk hubungan seksual antara orang-orang dari jenis kelamin yang sama, serta pengakuan hubungan seksual antara orang-orang sesama jenis,” ungkap Basalirwa.
Yang paling menarik perhatian, John Musila anggota parlemen mengenakan gaun bertuliskan “Katakan Tidak Untuk Homoseksual, Lesbianisme, Gay”.
Diperkirakan RUU Anti LGBT Uganda akan diserahkan kepada Presiden Uganda, Yoweri Museveni, untuk disetujui dalam waktu dekat.
Uganda sendiri sentimen anti-LGBT cukup tinggi karena negara di Afrika Timur ini memang sangat konservatif dan religius.
Hadirnya RUU tersebut menandai serangkaian kemunduran terbaru untuk hak LGBTQ+ di Afrika, di mana homoseksualitas adalah ilegal di sebagian besar negara.
Namun, para pegiat hak asasi manusia mengutuk langkah baru untuk memberlakukan undang-undang yang keras itu. Mereka menggambarkannya sebagai “undang-undang kebencian”.
Sumber: cnnindonesia.com liputan6.com