Media Utama Terpercaya

7 Desember 2025, 23:50
Search

Penemuan Lukisan di Gua Maros Indonesia Diduga Tertua Di Dunia. Segini Usianya!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Print
Penemuan lukisan tertua di dunia di Maros
Penemuan lukisan tertua di dunia di Maros. [Foto: BRIN]

Maros, mu4.co.id – Indonesia kembali mengejutkan peta ilmu arkeologi dunia, di balik dinding-dinding gua cadas kawasan Leang-Leang, Maros terkuak jejak peradaban yang telah lama hilang ditelan waktu. Ditemukannya lukisan yang dianggap sebagai lukisan tertua di dunia.

Lukisan tersebut menggambarkan babi hutan, manusia pemburu, dan adegan naratif prasejarah lain yang digambarkan dengan pigmen merah, menjadi saksi perjalanan hidup manusia purba lebih dari 51.000 tahun yang lalu. Hal ini membuktikan nenek moyang pada zaman dahulu telah mengenal seni jauh lebih awal.

Peneliti Ahli Muda dari Pusat Riset Arkeometri, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Adhi Agus Oktaviana mencertikan perjalanan yang sunyi dan penuh tantangan melewati sungai, mendaki batuan curam, dan dalam kegelapan gua untuk mengungkap temuan spektakuler lukisan gua tertua di dunia itu. Ia melalukan ini karena dedikasi dan kecintaannya pada ilmu pengetahuan.

“Penelitian gambar cadas itu sebetulnya pada 2014 sudah terpublikasi di Jurnal Lecture, yang untuk umur pertanahan sekitar 40.000 tahun. Nah yang 2014 itu kan dapat atensi di dunia dan masuk di salah satu dari 10 terobosan ilmiah dunia versi majalah sains. Terus ada juga publikasi kita di 2019,” ungkap Adhi menceritakan kisahnya, dalam sesi diskusi pada acara peluncuran platform digital gambar cadas prasejarah Indonesia di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Selasa (3/6).

Di tengah kegiatan ekskavasi biasa di situs Leang Tedongnge, Maros pada tahun 2022, Adhi menerima sebuah pesan yang menjadi awal perjalanan penemuan lukisan monumental ini.

Baca juga: Penemuan Batu Giok Raksasa Seberat 5.000 ton di Aceh. Segini Nilainya!

“Waktu itu saya lagi di Leang Tedongnge, sedang ekskavasi. Tiba-tiba ada kabar bahwa Google ingin menjajaki kolaborasi untuk mendokumentasikan gambar cadas. Tapi awalnya tidak ada tindak lanjut selama satu-dua tahun,” ujar Adhi, dilansir dari laman resmi BRIN, (6/12).

Di situasi menggantung tersebut, Adhi dan timnya mendata ulang situs-situs yang sudah pernah mereka teliti dan publikasikan sebelumnya, seperti lukisan adegan perburuan di Sulawesi yang diakui pada 2019 sebagai salah satu dari 10 penemuan ilmiah paling revolusioner versi Science Magazine.

“Kami sadar bahwa dokumentasi yang kami punya penting. Pada 2014 dan 2019, publikasi kami mengenai seni cadas Sulawesi sudah masuk dalam sorotan dunia. Dari situ Google Art & Culture mulai tertarik mendokumentasikan situs-situs dan ‘resep’ riset kami di lapangan,” ungkap Adhi.

Pada tahun 2022 dalam program digitalisasi dan pelestarian budaya bersama Google Arts & Culture, Adhi dan tim kembali menyusuri gua-gua cadas Sulawesi. Untuk mencapai gua-gua terpencil itu tidak main-main, para peniliti harus berjalan selama tiga jam dari desa terakhir,  melewati sungai, menebus hutan, dan mendaki gunung batuan karst yang licin. Gua sering disebut Leang dalam bahasa Bugis dan Makassar.

“Leang Tedongnge itu sangat terpencil. Perjalanan dari Kampung Liang-Liang butuh tiga jam jalan kaki, menyusuri sungai dan naik ke pegunungan. Memang capek sekali, tapi suasananya luar biasa,” jelas Adhi.

Baca juga: Mengejutkan! Ikan Sidat Asal Indonesia Memiliki Kandungan Gizi Melebihi Salmon. Ini Penjelasan BRIN

Tantangan besar yang mereka hadapi bukan hanya terkait medan, tetapi banyak lukisan purba tersebut sudah tidak terlihat oleh mata manusia. Untuk itu, teknik digitalisasi mutkahir seperti D-Stretch (Decorrelated Strech) digunakan untuk pengolahan visual secara cermat dan teliti, serta harus di tracing manual satu per satu.

“Gambar di Leang Karampuang, yang berumur minimum 51 ribu tahun, kita tracing manual selama hampir sebulan. Itu saya kerjakan sambil menyelesaikan disertasi saya. Alhamdulillah, saya lulus di bulan November kemarin,” ujar peraih doktor di Griffith Centre for Social and Cultural Research, Griffith University.

Akhirnya lukisan tersebut ditemukan pada 2017 oleh tim Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayan XIX dan diberi penanggalan secara hati-hati. Pada tahun 2019, sampel dianalisis di Laboratorium Griffith University, Australia bekerja sama dengan lembaga riset PAPEX (Palaeoanthropology and Palaeolithic Excavation). Minimum usia lukisan tersebut diumumkan pada tahun 2023 mencapai 51.200 tahun.

Lukisan tertua di dunia ditemukan di slaah satu gua di Maros, Sulawesi Selatan. [ Foto: pslh.ugm.ac.id]

Kunci suksesnya riset ini karena kerja sama antar lembaga, mulai dari BRIN hingga mitra internasional seperti PAPEX dan Google. Bagi Adhi, penemuan ini merupakan warisan yang harus dijaga bersama, bukan cuma capaian akademik. Lukisan itu kini terpahat di dinding batu, menyampaikan pesan masa lalu bagaimana manusia telah memaknai hidup melalui simbol, cerita, dan seni.

Lukisan tertua di dunia yang ada di Maros, Sulawesi Selatan ini sebagai pengingat bahwa Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan alam, tetapi juga kekayaan budaya yang menyimpan kontribusi penting bagi sejarah umat manusia.

“Situs-situs ini tidak mudah dijangkau. Tapi dengan digitalisasi, kita bisa membuka akses kepada masyarakat luas untuk mengenalkan sejarah dan penemuan arkeologi,” tutupnya.

(BRIN, Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM)

[post-views]
Selaras