Jakarta, mu4.co.id – Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan Bali sebagai kota keuangan baru Indonesia.
Kini, di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, rencana tersebut kembali dibahas. Pemerintah ingin mentransformasi Bali menjadi pusat keuangan regional.
“Pemerintah ingin menciptakan pusat keuangan yang modern dan transparan yang mendukung pembangunan ekonomi nasional,” ujar juru bicara Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Jodi Mahardi, di lansir dari pajakku, Kamis (16/10).
Menurut sumber Bloomberg, Presiden Prabowo telah mendukung usulan ini dan berencana menjadikan Bali seperti Gujarat International Finance Tec-City (GIFT City) di India dan Dubai International Financial Centre (DIFC) di Uni Emirat Arab.
Agar lebih menarik bagi investor asing, Bali nantinya akan menawarkan insentif pajak, kemudahan regulasi, dan birokrasi yang lebih ringkas. Di kawasan tersebut, pemerintah akan menerapkan sistem hukum yang ramah bisnis dan efisien secara administratif mencontoh Singapura.
Baca juga: Busana Muslim di RI 99% Produksi China, Ini Janji Menteri Keuangan!
Rencana ini masih bersifat konseptual dan berpotensi mengalami perubahan. Target pembahasan ini dimulai sebelum akhir tahun, dan pihak istana sedang menyusun rancangan undang-undang baru untuk diajukan ke DPR.
Langkah ini muncul di tengah menurunnya investasi dan kepercayaan konsumen dalam negeri. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8% pada 2029, naik dari proyeksi 4,9% di tahun 2025. Dibutuhkan investasi langsung sekitar Rp13.000 triliun atau sekitar US 784 miliar) dalam empat tahun ke depan. Rencana ini dikaitkan dengan potensi Bali menjadi tax haven baru di Asia.
Untuk diketahui, Organization of Economic Co-operation and Development (OECD) mendefinisikan tax haven sebagai negara atau wilayah yang mengenakan pajak sangat rendah, bahkan bisa tanpa pajak sama sekali, dan menyediakan tempat menyimpan aset yang nyaman demi menarik masuknya modal asing.
Negara tax haven memiliki ciri-ciri antara lain, tarif pajak rendah bahkan 0%, tidak transparan terkait keuangan, memberikan keitimewaan pajak hanya kepada Perusahaan asing, tidak melakukan pertukaran data keuangan dengan negara lain, dan kerahasiaan keuangan dengan perlindungan tinggi.
Meski memberikan manfaat seperti perlindungan aset dan potensi imbal hasil tinggi, praktik ini juga menimbulkan risiko seperti penghindaran pajak, pencucian uang, serta penyalahgunaan perusahaan cangkang.
Baca juga: Menteri Keuangan Tolak Bayar Utang Whoosh Pakai APBN. Pihak Istana Beri Respon!
Singapura dan Hong Kong sudah lebih dulu memiliki reputasi sebagai pusat keuangan global dengan kebijakan pajak rendah. Kedua negara ini menawarkan keamanan hukum dan stabilitas yang tinggi, sehingga banyak investor yang menyimpan kekayaannya di sana. Namun, kebijakan ramah pajak membuat keduanya sering disebut sebagai tax haven.
Predikat tersebut diperkuat dengan laporan Straits Times, yang mengungkap temuan kasus pencucian uang sekitar US 2,8 miliar yang terkait dengan family office penerima insentif dari Otoritas Moneter Singapura.
Skandal pertama kali terbongkar pada tahun 2023 melibatkan para tersangka berasal dari Cina. Uang hasil penipuan hingga judi online dimasukkan ke Singapura melalui sejumlah transaksi seperti properti, mobil mewah, aset kripto, hingga surat berharga.
Warga negara Indonesia pun banyak yang memilih menyimpan hartanya di Singapura. Beberapa perusahaan Indonesia juga memiliki anak usaha di Singapura, yang pendapatannya justru lebih besar daripada induknya di dalam negeri. Ini menandakan adanya penghindaran pajak.
Karena itu, jika Bali dijadikan kota keuangan, Indonesia harus menyiapkan sistem hukum dan pengawasan keuangan yang ketat. Proyek ini berpotensi membuka celah masuknya dana ilegal, seperti hasil korupsi atau penggelapan pajak.
(Pajakku, Kontan)











