Palestina, mu4.co.id – Ahli kimia asal Yordania-Amerika, Omar M. Yaghi, meraih penghargaan Nobel Kimia 2025, menjadikannya ilmuwan Muslim penerima Nobel Kimia kedua setelah Ahmed Zewail pada 1999.
Yaghi merupakan profesor di University of California, Berkeley, dikenal sebagai pelopor Kimia Retikuler, cabang ilmu yang menghubungkan molekul menjadi struktur besar melalui ikatan kuat.
Dilansir dari SindoNews pada Jum’at (10/10), ia menerima penghargaan atas penemuannya mengenai Kerangka Logam-Organik (MOF) bersama dua ilmuwan lainnya. Material berpori ini memiliki luas permukaan tertinggi di dunia dan tersusun dari kombinasi logam serta molekul organik.
Baca Juga: Peneliti UIN Sunan Kalijaga Temukan Senyawa Baru Diakui Dunia Internasional!
Struktur MOF mampu menyerap dan menyimpan berbagai gas, seperti karbon dioksida, hidrogen, dan metana, dengan efisiensi tinggi. Selain itu, material ini juga dimanfaatkan untuk memanen air dari udara di gurun serta berkontribusi besar dalam pengembangan energi bersih dan teknologi ramah lingkungan.
Karya Yaghi memberi kontribusi besar bagi solusi perubahan iklim dan telah banyak dikutip di dunia akademik, dengan lebih dari 300 publikasi ilmiah dan indeks-H mencapai 190.
Profil Omar M. Yaghi yang berasal dari keluarga pengungsi Palestina
Dr. Omar M. Yaghi lahir di Amman, Yordania, pada 1965 dari keluarga pengungsi Palestina, dan tumbuh dalam keterbatasan dengan akses minim terhadap listrik dan air bersih. Terinspirasi oleh ayahnya, ia pindah ke Amerika Serikat pada usia 15 tahun meski belum fasih berbahasa Inggris.
Ia menempuh pendidikan di Hudson Valley Community College, meraih gelar sarjana di University at Albany, dan menyelesaikan Ph.D. Kimia di University of Illinois at Urbana–Champaign pada 1990. Setelah itu, ia menjalani riset pascadoktoral di Universitas Harvard di bawah bimbingan Dr. Richard H. Holm.
Baca Juga: Setelah Sekian Lama, PBB Akhirnya Akui Palestina Secara De Facto!
Pada 2021, Omar M. Yaghi memperoleh kewarganegaraan Arab Saudi sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi ilmiahnya, sejalan dengan inisiatif Visi 2030 yang bertujuan menarik ilmuwan global.
Ia kini memimpin beberapa lembaga riset ternama, seperti Berkeley Global Science Institute yang mendukung pusat penelitian di negara berkembang, Kavli Energy NanoSciences Institute yang meneliti konversi energi pada tingkat molekuler, serta Bakar Institute of Digital Materials for the Planet yang mengembangkan material berpori seperti MOF dan COF untuk menghadapi perubahan iklim.
Selain Nobel, Yaghi juga menerima berbagai penghargaan internasional, di antaranya Wolf Prize (2018), King Faisal Prize (2015), Solvay Prize (2024), Tang Prize (2024), dan Balzan Prize (2024).
(SindoNews)