Nepal, mu4.co.id – Nepal diguncang kerusuhan besar akibat demonstrasi yang merebak sejak Kamis (4/9) lalu. Aksi ini dipicu keputusan pemerintah yang memblokir 26 platform media sosial, termasuk Facebook, YouTube, X, dan LinkedIn, karena tidak memenuhi tenggat pendaftaran resmi untuk beroperasi di negara tersebut.
“Platform media sosial yang tidak terdaftar akan dinonaktifkan mulai hari ini dan seterusnya. Platform-platform tersebut akan segera dibuka kembali setelah mereka mengajukan pendaftaran,” ujar juru bicara kementerian, Gajendra Kumar Thakur, dikutip dari CNBC, Kamis (11/9).
Pemblokiran media sosial di Nepal merupakan keputusan kabinet setelah perintah Mahkamah Agung pada September 2023, yang mewajibkan platform mendaftar dan memiliki perwakilan lokal. Namun, sebagian besar platform besar belum melakukannya.
Baca Juga: Polisi Larang Live Saat Demo. Pengamat: Ancaman Terhadap Demokrasi!
Hingga kini, hanya lima platform termasuk TikTok dan Viber yang terdaftar, sementara dua lainnya dalam proses. Padahal, Facebook, Instagram, dan X memiliki jutaan pengguna di Nepal untuk hiburan, berita, dan bisnis.
Sebelumnya, Nepal juga pernah membatasi akses platform daring. Pada Juli lalu, Telegram diblokir karena maraknya penipuan dan pencucian uang. Sementara itu, larangan sembilan bulan terhadap TikTok dicabut Agustus tahun lalu setelah platform tersebut bersedia mengikuti aturan Nepal.
Demonstrasi Mulai Pecah
Demo di Nepal berujung rusuh. Massa menolak pemblokiran media sosial dan korupsi. Mahasiswa bernama Ikshama Tumrok (20) menyebut pemerintah bersikap otoriter. Beberapa demonstran juga membawa bendera One Piece untuk meniru aksi di Indonesia.
“Kami ingin melihat perubahan. Orang lain telah mengalami ini, tetapi ini harus diakhiri oleh generasi kami,” ujar Ikshama.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kasus korupsi melibatkan menteri dan pejabat tinggi Nepal. Sejak pemblokiran media sosial, video di TikTok yang menyoroti kesenjangan rakyat dengan anak pejabat yang hidup mewah.
Demo Menewaskan Puluhan Korban
Senin lalu, bentrokan dengan polisi menewaskan 19 orang dan melukai sekitar 400, termasuk lebih dari 100 polisi. Aparat menggunakan gas air mata, peluru karet, meriam air, dan pentungan saat massa mencoba menerobos barikade dekat parlemen.
Saksi menyebut aksi mereka damai, namun dibalas kekerasan, sementara sirene ambulans terdengar di seluruh kota membawa korban ke rumah sakit.
“Saya berada di sana untuk protes damai, tetapi pemerintah menggunakan kekerasan,” ujar Iman Magar (20), pendemo yang terkena tembakan di lengan kanannya.
“Itu bukan peluru karet, melainkan peluru logam, dan peluru itu melukai sebagian tangan saya. Dokter mengatakan saya perlu menjalani operasi,” tambahnya.
Beberapa Pejabat Mengundurkan Diri
Senin malam, Menteri Dalam Negeri Nepal Ramesh Lekhak mengundurkan diri dalam rapat kabinet darurat. PBB menuntut penyelidikan cepat dan transparan atas kekerasan itu.
Keesokan harinya, Perdana Menteri Nepal, KP Sharma Oli, juga menyerahkan surat pengunduran diri kepada Presiden Nepal.
“Saya telah mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri efektif mulai hari ini… untuk mengambil langkah lebih lanjut menuju solusi politik dan penyelesaian masalah,” kata politisi Partai Komunis itu.
Baca Juga: Demo Berlangsung Ricuh, Pengemudi Ojol Tewas Terlindas Mobil Rantis Brimob!
Ketidakpuasan di Nepal kian meluas akibat politik yang tidak stabil, korupsi, dan lambatnya pembangunan ekonomi. Dari 30 juta penduduk, 43% berusia 15–40 tahun, dengan pengangguran sekitar 10% dan PDB per kapita hanya US$1.447 (Rp 23 juta).
Sejak menjadi republik federal pada 2008 usai perang saudara dan dihapusnya monarki, pergantian perdana menteri yang terus terjadi serta budaya politik transaksional membuat publik menilai pemerintah abai terhadap kondisi rakyat.
Gedung Parlemen & Rumah PM Dibakar-Menkeu Diarak
Massa membakar parlemen, gedung pemerintah, bahkan rumah eks PM KP Sharma Oli. Menteri Keuangan Bishnu Prasad Paudel juga diserang, rekaman memperlihatkan ia berlari dikejar massa hingga terjatuh setelah ditendang seorang demonstran, lalu bangkit dan kembali lari.
Sementara itu, Wali Kota Kathmandu, Balendra Shah, menyerukan masyarakat menahan diri, menyebut aksi ini sebagai gerakan Gen Z.
“Kami telah menegaskan: ini murni gerakan Gen Z,” tulis Shah setelah pengunduran diri PM Oli, merujuk pada anak muda yang sebagian besar berusia 20-an.
Protes besar ini dipicu ketimpangan dan fasilitas mewah bagi anggota parlemen, serupa dengan gelombang unjuk rasa di Indonesia dan pemberontakan mahasiswa di Bangladesh tahun lalu.
(CNBC)